Klaten  

Mengungkap Jejak Sejarah Perang Diponegoro di Delanggu Klaten

Klaten,diswaysolo.id – Delanggu, sebuah kecamatan di Kabupaten Klaten, menyimpan jejak penting dari Perang Jawa (1825–1830) yang dipimpin Pangeran Diponegoro – sebuah konflik besar melawan Kompeni Belanda.

Pertempuran di wilayah ini dikenal sebagai salah satu momen krusial, di mana pasukan Belanda mengalami kekalahan signifikan di tangan pasukan Diponegoro.

Sejarah tersebut terekam melalui peta kuno dan catatan perwira Belanda, menjadikannya warisan yang sarat makna.

Namun, jejak fisik pertempuran di Delanggu kini hanya tersisa sedikit, meninggalkan tantangan dalam pelestarian sejarah.

Jejak Sejarah Perang Diponegoro

Pada 28 Agustus 1826, Delanggu menjadi medan pertempuran besar antara pasukan Pangeran Diponegoro dan pasukan Kompeni Belanda.

Berdasarkan peta Stuers tanggal 31 Januari 1830, yang dibuat oleh ajudan Jenderal De Kock, titik pertempuran digambarkan tepat di barat Pasar Delanggu, di sepanjang jalur Jogja-Solo.

Peta tersebut menampilkan simbol pedang silang, menandai lokasi sengitnya konflik.

Beberapa jurnal zaman Belanda serta catatan harian perwira menegaskan betapa besar skala pertempuran itu.

Salah satu catatan bersejarah disajikan dalam karya Toontje Poland (W. A. Van Rees, 1881), yang mengisahkan Letnan Poland menghadapi serangan pasukan Diponegoro saat memasuki desa Delanggu.

Menurut catatan tersebut, pasukan Belanda yang sebelumnya tampak kokoh akhirnya goyah dan sempat melarikan diri. Bahkan, sebagian di antara mereka membuang senjata dan seragam demi menyelamatkan nyawa.

Dampak pertempuran sangat dahsyat. Dalam narasi Letnan Poland, Delanggu digambarkan luluh lantak: gubuk-gubuk terbakar habis, jembatan batu hancur, dan kepala para prajurit Belanda yang tewas dipajang di tiang sepanjang jalan sebagai simbol peringatan tragis.

Warga dan pegiat sejarah lokal menyebut bahwa pertempuran ini merupakan titik balik kemenangan Diponegoro.

Libatkan Prajurit Diponegoro

Menurut sejarawan Klaten, Hari Wahyudi, pertempuran itu melibatkan ribuan prajurit Diponegoro yang menyerang dengan takbir, menimbulkan rasa takut di kalangan tentara Kompeni.

Baca Juga:  Wisata Candi Gana Tersembunyi Antara Rumah Penduduk, Warisan Dunia Klaten

Jika menelusuri jejak fisik di Delanggu, sangat sedikit peninggalan yang bisa dilihat. DetikJateng mencatat bahwa hanya reruntuhan pabrik gula (bekas PG Delanggu) dan beberapa tembok tua yang masih berdiri di sisi timur pasar.

Tiga rumah joglo dengan tembok tinggi, mirip benteng kecil, juga tersisa sebagai peninggalan masa kolonial.

Warga tua Delanggu, seperti Zainab (80 tahun), menyatakan bahwa alun-alun kota pada masa kolonial sudah hilang dan sebagian lokasi kini berubah fungsi.

Pertempuran Delanggu juga terhubung dengan strategi militer Belanda yang dikenal sebagai Stelsel Benteng.

Pendekatan ini melibatkan pembangunan rangkaian benteng saling terhubung, untuk menekan pergerakan pasukan Diponegoro.

Di wilayah Klaten sendiri, delapan benteng strategis tercatat dalam catatan peta kuno, dengan benteng “Delanggu” dianggap yang terbesar karena kekuatan dan jumlah perwiranya.

Benteng-benteng ini dibangun untuk mengontrol jalur logistik dan pergerakan laskar Diponegoro.

Namun, upaya pelestarian warisan sejarah ini menghadapi kendala. Banyak bekas benteng kini tinggal reruntuhan atau bahkan hilang karena pembangunan modern.

Selain itu, dokumentasi formal dari pemerintah setempat masih terbatas, sehingga potensi edukasi publik terhadap peristiwa bersejarah ini belum maksimal.

Meskipun demikian, sebagian warga dan pegiat sejarah berusaha menyuarakan pentingnya pelestarian situs sejarah tersebut agar generasi mendatang bisa memahami perjuangan Diponegoro di tanah Klaten.

Jejak pertempuran hebat Pangeran Diponegoro di Delanggu, Klaten, merupakan bagian penting dari narasi Perang Jawa yang jarang terekspos begitu dalam.

Meskipun bukti fisik kini sangat terbatas, catatan sejarah seperti peta Stuers dan kisah perwira Belanda tetap mengingatkan kita akan skala dan arti strategis pertempuran tersebut.

Strategi “Stelsel Benteng” yang diterapkan Belanda pun menunjukkan bahwa konflik ini bukan hanya soal perlawanan bersenjata, melainkan juga taktik politik dan militer yang kompleks.

Baca Juga:  Destinasi Wisata Kabupaten Klaten, Dikenal Kota Seribu Candi dan Umbul

Pelestarian situs-situs bersejarah di Klaten seperti reruntuhan pabrik gula dan bekas benteng sangat krusial agar warisan sejarah tak hilang ditelan waktu.

Dengan demikian, penting bagi pemerintah, akademisi, dan masyarakat lokal untuk bekerja sama menjaga warisan ini demi generasi masa depan.