diswaysolo.id – Pameran bertajuk Senandung Lokananta, Seabad Keroncong Surakarta di Ruang Pamer Temporer, Galeri Lokananta, Kota Solo, menampilkan perjalanan musik keroncong yang masuk ke Kota Solo. Perjalanan musik keroncong selama seabad.
Seperti yang diceritakan dalam pameran, jejak keroncong dapat ditelusuri hingga kedatangan bangsa Portugis ke Nusantara pada tahun 1511.
Akulturasi budaya selama dua abad menghasilkan cikal bakal musik keroncong yang dipopulerkan oleh kaum Mardijkers, keturunan Portugis di Batavia, pada era 1700-an.
Popularitasnya semakin meningkat saat menjadi bagian dari pertunjukan Komedi Stamboel di Surabaya pada tahun 1891, yang kemudian berkeliling ke berbagai wilayah Hindia Belanda.
Perjalanan Musik Keroncong Selama Seabad, Mengalir dari Portugis ke Solo
Musik keroncong mulai menemukan tempatnya di Kota Solo pada awal abad ke-20. Geliat ini ditandai dengan maraknya Krontjong Concours atau kontes keroncong.
Sebuah catatan penting tercatat pada tahun 1927, kala seorang pemudi berusia 14 tahun bernama Annie Landouw berhasil menjuarai kontes tersebut di Solo, menandai lahirnya musisi lokal.
Perkembangan keroncong di era selanjutnya tidak terlepas dari peran media, terutama radio lokal milik pribumi.
Yang paling awal adalah Solosche Radio Vereeniging (SRV), yang didirikan oleh Mangkunagoro VII pada tahun 1933, yang menyiarkan budaya lokal, termasuk keroncong, sebagai tandingan atas siaran musik barat.
Peran ini semakin penting pada masa pendudukan Jepang (1942), di mana pemerintah militer melarang musik-musik barat dan hanya mengizinkan lagu kebangsaan Jepang serta lagu keroncong untuk mengudara.






