diswaysolo.id – Menjelang Muktamar Partai Persatuan Pembangunan (PPP), Wakil Ketua Lembaga Bantuan Hukum (LBH) DPP PPP, Arif Sahudi, menyampaikan peringatan tegas kepada para pemilik suara agar tidak lagi memilih pemimpin yang gagal membawa kejayaan partai. PPP berpotensi menjadi sejarah.
Melalui surat terbuka yang ditandatangani pada 12 Juni 2025, Arif menyatakan bahwa PPP telah “mati secara politik” setelah kehilangan semua kursinya di DPR RI pada Pemilu 2024.
Walaupun partai tersebut masih diakui secara hukum, Arif berpendapat bahwa PPP telah absen dalam dinamika politik nasional.
PPP Berpotensi Menjadi Sejarah
“PPP telah hilang dari peta politik nasional. Ketidakadaan kursi di Senayan adalah sinyal nyata bahwa partai ini gagal memenuhi harapan rakyat,” kata Arif pada Jumat, 13 Juni 2025.
Ia mengingatkan bahwa dalam sejarah reformasi, belum ada partai yang berhasil kembali ke parlemen setelah tersingkir.
Oleh karena itu, Muktamar harus dimanfaatkan sebagai momen untuk mengevaluasi secara menyeluruh arah kepemimpinan partai.
Merujuk pada Anggaran Rumah Tangga (ART) pasal 6, Arif menekankan pentingnya memilih pemimpin yang terbukti memiliki prestasi, seperti peningkatan perolehan suara atau setidaknya mampu mempertahankan kursi.
“Jangan lagi kita serahkan partai ini kepada orang-orang yang rekam jejaknya justru membawa penurunan. Rasionalitas harus menjadi landasan utama dalam Muktamar,” ujarnya.
Arif juga mengungkapkan keterbukaan terhadap sosok dari luar PPP. Nama Presiden Joko Widodo dan Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman bahkan disebut sebagai contoh figur yang layak jika mendapatkan dukungan dari peserta Muktamar.
“PPP adalah milik umat Islam, milik semua. Jika Pak Jokowi atau Pak Amran siap dan dipilih, saya tidak keberatan. Kita butuh pemimpin besar untuk kebangkitan besar,” katanya.






