Blog  

Siapa Sih Sosok Wiharto Adinoto? Penulis Buku Membentuk Karakter, Membangun Masa Depan

Siapa sih sosok Wiharto
Wiharto Adinoto/Tan Tjay Kwan, Penulis buku Membentuk Karakter, Membangun masa depan

TEGAL, diswaysolo.id – Wiharto Adinoto lahir pada 13 Mei 1933 di Tegal. Dengan nama lahir Tjay Kwan dan membawa nama marga Tan, sesuai garis keturunan Ayah saya. Tan Tjay Kwan begitulah nama lengkapnya. Siapa Sih Sosok Wiharto Adinoto.

Saat masih kecil kawan-kawan biasa memanggil Kwan, dan rekan memanggil saya Tan. Pada masa Orde baru, saya menambah nama Indonesia dengan nama depan Wiharto dan nama keluarga Adinoto.

Ayah saya, Tan Tjiauw So, dan Ibu Liem. T. B berasal dari keluarga Tionghoa di Hokkian Selatan (MingNan).

Kalau dihitung sejak leluhur pertama saya menjejakkan kaki di Nusantara, saya adalah generasi keenam, yang telah mewarisi kisah panjang perjalanan dan perjuangan keluarga besar kami.

Baca Juga:  Wiharto Adinoto Resmi Lounching Buku Perjalanan Pendidikan di Sekolah THHK Tegal

Siapa Sih Sosok Wiharto Adinoto?

Saya adalah anak kedua dari lima bersaudara. Kakak perempuan saya. Tan Liep Sioe. Lahir di Tegal, sama seperti saya.

Setelah itu keluarga kami pindah ke Batang, dan disana dua adik saya, Tan Liep Hong dan Tan Tjay Siang, dilahirkan.
Namun, tak lama kemudian, keluarga kami kembali ke Tegal, dan disanalah adik bungsu saya, Tan Tjay Liang, di lahirkan.

Saya masih ingat, tiap perpindahan itu meninggalkan jejak kenangan dan pengalaman yang membentuk perjalanan hidup saya. Dalam perjalanan itu sosok ayah saya selalu menjadi teladan bagi kami.

Namun pada tahun 1904 , saya kehilangan Ayah yang sangat saya kagumi saat saya berusia 4 Tahun menjadikannya sebagai anak yatim di usia yang begitu muda.

Namun dengan keterbatasannya justru membentuknya menjadi pribadi yang tangguh. Seperti banyak orang Tionghoa di zaman itu, Ayah saya meniti jalan hidupnya dengan menjadi seorang wirausahawan. Yang terkenal sebagai salah satu pengusaha BATIK besar.

Industri batik saat itu berkembang pesat di wilayah Pantura sejak pertengahan abad ke-19, sebuah masa saat itu batik menjadi salah satu komoditas unggulan dalam industri tekstil tradisional.

Tinggal di Klidang Lasem Rembang Jawa Tengah ternyata memberi keberuntungan bagi saya. Kebetulan, dekat rumah kami terdapat sekolah yang saat itu bernama HCS (Hollandsch-Chineesche School), Sekolah dasar berbahasa Belanda yang peruntukannya bagi anak-anak Tionghoa.

Baca Juga:  FKIP UPS Tegal Lakukan Ekspansi Kerja Sama ke Eropa

April 1942 kami memutuskan untuk kembali ke Tegal

Dan pada tahun 1939 , ketika berusia enam tahun, saya mulai menempuh pendidikan di sekolah tersebut.
Namun situasi seperti yang tidak bisa kami harapkan dunia ssat itu sedang bergejolak besar. Perang Dunia II berkecamuk tahun 1941. Dan pada sekitar April 1942, keluarga kami memutuskan untuk kembali ke Tegal.

Setelah Jepang mengambil alih Hindia Belanda, semua sekolah yang berbau Belanda di bubarkan.
Namun pada tahun 1943, Sekolah Tiong Hoa Hwee Kwan (THHK) di Tegal di izinkan kembali beroperasi oleh pemerintah Jepang. Bagi kami saat itu, Sekolah THHK adalah harapan baru ditengah ketidakpastian zaman.

Dan saya berhasil menamatkan Xiao Xie (SD THHK) pada 1948, Zhu Zhung (SMP THHK) pada tahun 1951 dan akhirnya Kao Zhung ( SMA THHK) tahun 1954. Kelulusan itu menjadi langkah penting dalam jenjang pendidikan selanjutnya.
Dan pada Desember 1960 berhasil lulus dari Institut Teknologi Bandung (ITB)

Jejak pendidikan saya adalah perjalanan yang penuh tantangan sekaligus penuh pembelajaran dan pengalaman berharga setiap langkah, sejak di HCS, THHK, SMA Nasional Kristen Dago sampai di ITB (seluruhnya 19.5 tahun), mengajarkan saya arti kerja keras, ketekunanan dan pentingnya dukungan dari orang-orang terdekat, terutama keluarga besar. Wiharto Adinoto (Pembina Yayasan Tri Dharma Tegal).