Alasan di Balik Permendag 8/2024 Sebagai Penyebab Kebangkrutan Sritex Dinilai Tidak Berdasar

PT. Sritex Indonesia yang sedang mengalami pailit
PT. Sritex Indonesia yang sedang mengalami pailit

SUKOHARJO, diswayjogja.idĀ – Alasan di balik kebangkrutan PT Sri Rejeki Isman Tbk (Sritex) yang dikaitkan dengan Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 8 Tahun 2024 tentang Kebijakan dan Pengaturan Impor dianggap tidak relevan.

Pabrik yang berlokasi di Sukoharjo tentang hal ini disebabkan oleh fakta bahwa peraturan tersebut baru diterbitkan pada Mei 2024.

Dalam artikel ini akan kami sampaikan tentang alasan di balik permendag 8/2024 yang dianggap sebagai penyebab kebangkrutan Sritex di nilai tidak berdasar. Melansir dari Detik.finance.com. Mari kita simak dan baca hingga akhir ya!

Tentang penerbitan Permendagri 8/2024

Ketua PP Pemuda Muhammadiyah, Dedi Irawan, meragukan bahwa penerbitan Permendag 8/2024 menjadi penyebab utama kebangkrutan Sritex, yang telah beroperasi sejak tahun 1966.

“Sangat sulit untuk membayangkan bahwa perusahaan sebesar Sritex bisa mengalami kerugian akibat peraturan yang baru berusia 5 bulan. Menurut saya, ini sangat mencurigakan,” ujarnya dalam pernyataan tertulis pada Selasa (29/10).

Dedi berpendapat bahwa kebangkrutan Sritex lebih disebabkan oleh kesalahan dalam manajemen. Ia juga mencatat bahwa nama Sritex sempat meroket dalam dekade terakhir.

Dedi mengingatkan bahwa pada bulan Mei lalu, Sritex telah merencanakan untuk memperluas lini bisnisnya dengan memproduksi pakaian alat pelindung diri (APD) dan masker kain.

Rencana tersebut dibuat saat perusahaan berada dalam status penundaan kewajiban pembayaran utang (PKPU) sementara.

Menurut informasi yang dipublikasikan oleh Bursa Efek Indonesia (BEI) pada bulan Mei, Sritex meyakini bahwa penambahan lini bisnis APD dan masker kain memiliki potensi pasar yang baik untuk menyesuaikan diri dengan kebiasaan baru di seluruh dunia.

Rencana proyek ini memerlukan investasi minimal sebesar Rp 280,5 miliar dan direncanakan akan menggunakan dana internal perusahaan, dengan biaya modal sebesar 10,21 persen.

Baca Juga:  Inilah Wisata Museum Sejarah Tempat Rekreasi Keluarga, Pesanggrahan Langenharjo

“Saya percaya ini sepenuhnya berkaitan dengan masalah manajerial perusahaan. Sritex juga memiliki utang kepada 28 bank dengan total mencapai Rp 12,7 triliun. Ini merupakan jumlah yang signifikan dan memerlukan tim manajerial yang kompeten,” ujarnya.

Komisaris Utama Sritex, Iwan Setiawan, menyatakan bahwa Permendag 8/2024 telah mengganggu operasional industri dalam negeri.

Ia berpendapat bahwa Permendag 8/2024 telah memberikan dampak yang besar bagi banyak pelaku usaha di sektor tekstil, yang mengakibatkan beberapa di antaranya terpaksa tutup.

“Perhatikan saja pelaku industri tekstil, banyak yang terdampak, banyak yang mengalami disrupsi yang parah hingga ada yang harus menutup usahanya,” tutupnya.

Demikian informasi tentangĀ tentang alasan di balik permendag 8/2024 yang dianggap sebagai penyebab kebangkrutan Sritex di nilai tidak berdasar. Semoga bermanfaat.