Masjid Laweyan Solo Berumur Ratusan Tahun, Dulunya Persembahyangan Umat Hindu!

Masjid Laweyan Solo berumur ratusan tahun.
Masjid Laweyan Solo berumur ratusan tahun.

SURAKARTA, diswaysolo.id – Tak hanya keraton atau museum, tapi ada Masjid Laweyan atau Masjid Ki Ageng Henis yang menyimpan sejarah penyebaran agama Islam di Kota Bengawan ini.

Dibalik bentuk arsitekturnya yang unik juga terdapat fakta unik yang ditemukan di dalam bangunan Masjid Laweyan, salah satu masjid tertua yang ada di Solo ini menyimpan banyak sejarah yang sangat menarik untuk diketahui.

Di Kota Solo terdapat sebuah masjid yang dinobatkan sebagai masjid tertua, yaitu Masjid Laweyan dan masyakarat meyakini bahwa usia Masjid Laweyan hampir 500 tahun.

Masjid merupakan salah satu tempat ibadahnya umat muslim dan di Solo terdapat masjid tertua, yaitu Masjid Laweyan masjid ini sudah berdiri sebelum adanya Masjid Agung Surakarta.

Berikut fakta menarik Masjid Laweyan:

1.Masjid tertua

Ternyata tempat ibadah umat Islam yang tertua di Kota Solo, Jawa Tengah adalah wisata religi, tempat ibadah ini telah ada sebelum Masjid Agung Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat.

Masjid bersejarah ini berusia hampir lima ratus tahun, masjid tertua di Solo ini merupakan masjid pertama di Kerajaan Pajang yang dibangun pada masa Djoko Tingkir sekitar tahun 1546.

2.Dulunya Pura

Keunikan dari Masjid ini adalah bangunannya yang menyerupai Pura, dengan arsitektur yang istimewa dan terjaga keasliannya, terdapat dua belas pilar utama yang terbuat dari kayu jati kuno yang masih tetap berdiri dengan kokoh dan terawat.

Hingga saat ini masih dapat ditemui beberapa pura yang masih berdiri di sekitaran Masjid ini, awalnya bangunan masjid di depan Sungai Jenes ini merupakan sebuah pura untuk pemujaan umat Hindu.

3.Ki Ageng Henis

Adanya makam Kyai Ageng Henis dan beberapa kerabat dari Keraton Solo menjadi rujukan bagi banyak peziarah yang ingin berwisata religi di lingkungan makam di sekitar kompleks Masjid ini.

Baca Juga:  Rencana Liburan ke Solo? Inilah 4 Restoran Instagramable Favorit untuk Bersantap Bersama Keluarga

Aktivitas berziarah ini dibuka secara umum tanpa ada batasan waktu, memiliki sejarah penting yang patut untuk dipelajari dan hal tersebut terlihat dalam arsitektur uniknya dan keberadaan makam Ki Ageng Henis di sekitarnya.

4.Desain Budaya Hindu

Karena dulunya merupakan pura, arsitektur masjid pun dipengaruhi budaya Hindu yang cukup kental, hal ini juga dilihat dari bangunannya yang memiliki pondasi cukup tinggi dari permukaan tanah yakni sekitar dua meter.

Ternyata tiga lorong pintu tersebut mengandung makna filosofi yang mendalam yaitu tiga tahapan keimanan seseorang iman, Islam, dan ihsan dan selain itu jumlah pintu yang ada di masjid ini juga mencerminkan lima rukun Islam.

5.Masih Aktif

Meski berusia 400 tahun masjid laweyan ini masih kokoh berdiri bahkan sebagian besar bagian bangunannya masih asli seperti mimbar, tiang, atap, dan bedug.

Atap masjid yang berbentuk limas disangga oleh 12 tiang utama yang terbuat dari kayu jati dan semuanya masih terlihat kokoh, terawat, dan belum tersentuh pemugaran sama sekali sehingga masjid ini masih menjadi tempat beribadah, berkumpul dan musyawarah warga.

6.Tiga Lorong Pintu

Jika kamu masuk ke dalam tempat ibadah ini kamu akan menjumpai tiga lorong pintu masuk sebelum sampai ke bangunan utama masjid, selain itu jumlah pintu yang ada di masjid ini berjumlah lima yang mencerminkan lima rukun Islam.

Ternyata tiga lorong pintu tersebut mengandung makna filosofi yang mendalam yaitu tiga tahapan keimanan seseorang iman, Islam, dan ihsan.

7.Sejarah

Masjid laweyan ini digunakan sejak awal berdirinya hingga tahun 1925 sudah dipakai untuk melaksanakan salat jumat di Surakarta, pada saat itu, hanya ada 4 masjid yaitu, masjid Laweyan, masjid Agung, masjid Mangkunegaran serta masjid Kapatihan.

Baca Juga:  Kampung Batik Laweyan Ada Sejak 500 Tahun Lalu, Mengungkap Sejarah Batik Tertua Indonesia!

Kemudian pada tahun 1925 didirikannya masjid Tegalsari, yang merupakan masjid swasta yang dibangun oleh individu di luar keraton untuk pertama kalinya oleh seorang pimpinan Pondok Pesantren Al-Muayyad Surakarta bernama KH. Syafawi, merupakan ayahanda dari Abdul Razak Syafawih.