Reaksi Buruh atas Penetapan UMK Solo 2026, Antara Kenaikan dan Kekhawatiran

Surakarta,diswaysolo.id – Upah Minimum Kota (UMK) Solo untuk tahun 2026 resmi ditetapkan naik menjadi Rp 2.570.000 per bulan oleh Pemerintah Provinsi Jawa Tengah.

Pengumuman penetapan tersebut melibatkan pemerintah daerah, dewan pengupahan, serikat buruh, dan pelaku usaha.

Kenaikan ini mendapat perhatian dari berbagai pihak, terutama dari kalangan buruh yang menilai besaran kenaikannya belum mampu mengatasi kebutuhan hidup layak.

Respons keras dari serikat pekerja menunjukkan dinamika perdebatan antara kepentingan pekerja dan stabilitas ekonomi daerah.

Penetapan UMK Solo 2026

Pemerintah Provinsi Jawa Tengah menetapkan UMK Solo naik menjadi Rp 2.570.000 untuk tahun 2026. Sedikit lebih tinggi dari tahun sebelumnya.

Penetapan ini melalui keputusan gubernur yang mencakup daftar UMK di seluruh kabupaten/kota di Jawa Tengah.

Kota Solo menempati posisi menengah dalam daftar nilai UMK tersebut. Mengungguli beberapa daerah tapi masih berada di bawah wilayah industri besar seperti Semarang.

Sebelum penetapan, serikat buruh mengusulkan angka UMK Solo yang lebih tinggi, yakni sekitar Rp 2.602.610. Menggunakan nilai indeks alfa 0,9 sesuai dengan perhitungan yang mampu mendekati standar hidup layak.

Namun, hasil akhir keputusan tetap pada angka Rp 2.570.000, yang ada penialian kurang memadai oleh para pekerja. Hal ini memicu kekecewaan dan kritik tajam dari kalangan buruh kota Solo.

Ketua Serikat Pekerjaan Seluruh Indonesia (SPSI) Kota Solo menyatakan bahwa angka UMK yang dapat persetujuan pemerintah masih jauh dari kebutuhan hidup layak pekerja di Solo.

Belum Mencerminkan Perlindungan

Menurutnya, kebutuhan hidup layak saat ini ada perkiraan mencapai sekitar Rp 3,6 juta per bulan, jauh di atas UMK yang sudah ada penetapan.

Karena itu, penetapan upah masih belum mencerminkan perlindungan sosial yang layak bagi pekerja di kota ini.

Baca Juga:  Inspirasi dari Wawan Ardianto: Menggambarkan Kemungkinan Menggabungkan Studi dan Karier di Usia 20-an

Wali Kota Solo menanggapi kritik tersebut dengan menyatakan bahwa keputusan kenaikan UMK sudah melalui kompromi antara pihak buruh, pengusaha, dan pemerintah dalam Dewan Pengupahan.

Ia menekankan bahwa pemerintah berusaha mencari titik tengah yang adil. Meskipun terkadang tidak dapat memenuhi semua tuntutan pihak buruh.

Pemerintah daerah juga berkomitmen untuk terus membuka komunikasi dan mempertimbangkan masukan dari berbagai pihak sebelum kebijakan lebih lanjut.

Selain menanggapi aspirasi buruh, pemerintah juga mempertimbangkan dampak sosial ekonomi dari kenaikan UMK yang terlalu tinggi.

Salah satu pertimbangannya adalah menjaga stabilitas harga barang dan jasa serta iklim investasi di daerah.

Dengan demikian, penetapan UMK Solo di angka Rp 2.570.000 harapannya tetap mendorong kesejahteraan buruh tanpa memberikan beban berlebihan bagi pelaku usaha dan stabilitas ekonomi Solo secara umum.

Penetapan UMK Solo sebesar Rp 2,57 juta pada tahun 2026 mencerminkan upaya pemerintah daerah untuk menyeimbangkan kepentingan pekerja dan pelaku usaha.

Meskipun angka ini lebih tinggi dari sebelumnya, buruh tetap merasa bahwa kenaikan itu belum cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup layak.

Perdebatan ini menunjukkan bahwa meskipun kebijakan upah minimum ditetapkan secara kolektif, masih ada celah antara harapan pekerja dan realitas kebijakan.

Ke depan, dialog yang berkelanjutan antara pihak pemerintah, serikat buruh, dan dunia usaha menjadi penting agar kebijakan upah minimum dapat lebih mencerminkan kebutuhan semua pihak.