Semarang,diswaysolo.id – Ribuan buruh dari berbagai daerah di Jawa Tengah melakukan unjuk rasa besar-besaran di depan kantor Gubernur Jateng.
Aksi tersebut memicu oleh penolakan terhadap rencana upah minimum provinsi (UMP) yang ada anggapan tidak memenuhi kebutuhan hidup layak.
Tekanan dari massa begitu kuat hingga pagar gerbang kantor gubernur sempat jebol.
Demonstrasi ini menunjukkan betapa dalam ketidakpuasan buruh terhadap kondisi upah dan kebijakan pengupahan di provinsi tersebut.
Buruh di Jateng Geruduk Gubernur
Buruh yang tergabung dalam berbagai federasi — termasuk Serikat Pekerja Nasional (SPN), Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI), dan Partai Buruh — menuntut kenaikan UMP sebesar 8,5 – 10,5 persen.
Angka ini muncul setelah memperhitungkan inflasi dan pertumbuhan ekonomi.
Saat aksi berlangsung di Jalan Pahlawan, depan Gubernuran, buruh membawa spanduk, poster, dan bendera serikat.
Tulisan seperti “Tolak Upah Murah, Buruh Jadi Sapi Perahan” dan “Tolak UMK Murah” menghiasi demonstrasi.
Ketegangan meningkat ketika massa berupaya masuk ke kantor gubernur. Dorongan demi dorongan akhirnya membuat gerbang roboh — titik puncak dari kemarahan buruh yang merasa upah minimum saat ini tidak mencukupi untuk biaya hidup.
Wakil buruh, termasuk Buya Fauzi menegaskan tuntutan agar upah ada kenaikan dengan mempertimbangkan inflasi dan pertumbuhan ekonomi.
Mereka juga meminta agar koefisien pengupahan ada perhitungan dengan proporsional. Jika tuntutan ini tak dipenuhi, mereka mengancam akan melakukan mogok nasional.
UMK Kurang Mencukupi
Kisah dari para buruh ikut menyoroti realitas pahit di balik angka. Seorang pekerja garmen dari Kabupaten Semarang mengatakan bahwa dengan UMK sekitar Rp 2,7 juta per bulan, mustahil bagi pekerja yang sudah punya keluarga untuk mencukupi kebutuhan hidup — terutama di tengah harga barang pokok, listrik, dan kebutuhan sehari-hari yang terus melonjak.
Aksi massa buruh di Jateng pada 8 Desember 2025 bukan sekadar protes biasa — itu adalah jeritan kolektif kaum pekerja yang merasa upah yang diperoleh jauh dari kata layak.
Pagar gerbang yang jebol menjadi simbol betapa mendesaknya tuntutan mereka. Ke depan, pintu dialog dan kebijakan harus dibuka lebar agar suara buruh tidak hanya didengar, tapi juga direspon secara adil dan manusiawi.






