Sukoharjo,diswaysolo.id – Sebuah jaringan perdagangan anak yang melibatkan wanita asal Sukoharjo berhasil terungkap oleh pihak kepolisian.
Perempuan berinisial NH tertangkap setelah kuat dugaan menjadi makelar dalam penjualan balita hasil penculikan.
Modusnya melibatkan pembelian korban dari penculik dan menjualnya kembali dengan keuntungan besar.
Kasus ini menarik perhatian publik karena menunjukkan sisi gelap dari perdagangan manusia lintas daerah.
Peran Makelar
Polisi menciduk NH, 29, perempuan asal Desa Kepuh, Kecamatan Nguter, Kabupaten Sukoharjo, sebagai bagian dari pengembangan kasus penculikan anak yang bermula di Makassar.
Penangkapan itu setelah Polres Sukoharjo bekerja sama dengan Polrestabes Makassar atas laporan hilangnya balita bernama Bilqis.
Menurut Kapolres Sukoharjo, NH berperan sebagai perantara dalam transaksi jual beli anak tersebut.
NH membeli Bilqis dari penculik bernama Sri Yuliana dengan harga sekitar Rp 5 juta.
Setelah itu, NH menjual kembali balita tersebut kepada pihak lain seharga Rp 15 juta, selisih yang jauh dari modal belinya.
Transaksi itu terjadi tanpa membawa korban ke Sukoharjo, melainkan langsung dari Makassar ke lokasi lain, lalu diserahkan.
Polisi berhasil menangkap total empat tersangka dalam jaringan ini: Sri Yuliana (penculik), NH (makelar), serta MA (42) dan AS (36) yang membeli korban.
Pelaku jadi Perantara Adopsi Tiga Kali
Menurut keterangan, NH mengaku pernah tiga kali menjadi perantara adopsi ilegal. MA dan AS kemudian menjual Balqis lebih jauh, dengan dalih “membantu keluarga” yang tidak punya anak.
Dalam pengakuannya, MA dan AS menyatakan mereka membeli Bilqis sebesar Rp 30 juta dari NH.
Selanjutnya, korban menjual lagi kepada kelompok suku tertentu di Jambi dengan harga fantastis hingga Rp 80 juta.
Polisi menyebut bahwa modus tersebut memanfaatkan jaringan komunikasi seperti WhatsApp dan TikTok untuk menjual bayi.
Kasus Bilqis membuka mata publik bahwa perdagangan anak bisa melibatkan mata rantai kompleks — dari penculik, makelar, hingga penampung akhir.
Tindak pidana ini telah dikategorikan sebagai TPPO (Tindak Pidana Perdagangan Orang), dengan potensi hukuman berat bagi para pelaku.
Selain itu, kejadian ini memicu keprihatinan dalam masyarakat mengenai perlindungan anak dan efektivitas sistem pengawasan adopsi ilegal.
Terungkapnya makelar asal Sukoharjo dalam sindikat perdagangan balita adalah alarm keras bagi penegak hukum dan masyarakat.
Kasus Bilqis menunjukkan bahwa jaringan seperti ini bisa rapi, terstruktur, dan sangat menguntungkan dari sisi pelaku.
Upaya pencegahan harus diperkuat dengan kerja sama lintas wilayah, serta edukasi publik agar adopsi ilegal bisa ditekan.
Tidak kalah penting, dukungan sistem hukum terhadap korban dan tindakan tegas terhadap pelaku harus menjadi prioritas agar tragedi serupa tidak terulang.






