Klaten  

Harga Sayur di Klaten Meroket, Pedagang Keluhkan Penjualan Sepi

Klaten,diswaysolo.id – Dalam sepekan terakhir, pedagang sayuran di pasar tradisional Kabupaten Klaten menghadapi tekanan berat akibat lonjakan harga.

Kenaikan itu justru membuat pembeli enggan datang, sehingga dagangan banyak yang tak laku.

Pedagang menyatakan bahwa margin keuntungan semakin tipis karena stok tersisa.

Kepala dinas terkait di Klaten pun mengakui bahwa permintaan masyarakat turut berkontribusi terhadap gejolak harga tersebut.

Harga Sayur Meroket

Pedagang sayuran di Klaten, khususnya di Pasar Jimbung Kecamatan Kalikotes, mengeluhkan kenaikan harga yang terjadi dalam tempo singkat.

Menurut seorang pedagang bernama Sugiyanto, banyak sayuran populer seperti seledri, wortel, dan terong harganya naik drastis dalam satu minggu terakhir.

Padahal, ketika harga tinggi, pembelian justru menurun tajam, menyisakan barang yang sulit dijual. Ia menyebut bahwa kondisi ini membuat mencari untung “hampir mustahil.”

Rincian harga yang dialami para pedagang cukup mengejutkan. Wortel misalnya, di tingkat grosir dijual dengan harga Rp 5.000 hingga Rp 7.000 per kilogram, tetapi di pasar konsumen naik menjadi Rp 14.000–16.000.

Seledri melonjak dari kisaran Rp 9.000 menjadi Rp 15.000, sementara terong tumbuh dari Rp 3.000 menjadi Rp 7.000 per kilogram. Kenaikan sebesar ini bahkan disebut melampaui harga pada masa Lebaran.

Pedagang di Pasar Klepu, Kecamatan Ceper, juga merasakan tekanan yang sama. Sutini, salah satu pedagang, melaporkan harga tomat naik dari Rp 6.000 menjadi Rp 8.000 per kilogram untuk ukuran kecil, dan ukuran besar dari Rp 8.000 menjadi Rp 10.000.

Wortel naik dari Rp 12.000 menjadi Rp 16.000, terong biasa dari Rp 2.000 menjadi Rp 5.000, dan brokoli dari Rp 30.000 menjadi Rp 35.000. Semua jenis sayuran yang dia jual mencatat kenaikan signifikan dalam waktu singkat.

Baca Juga:  Suasana Alam Wisata Sungai Kalomosodo Klaten, Sajikan Peninggalan Belanda

Menurut Narmi, pedagang lain di pasar tradisional Klaten, salah satu pemicunya adalah cuaca hujan yang terus-menerus. Hujan membuat tanaman lebih mudah busuk, sehingga pasokan sayuran menjadi tidak stabil.

Akibatnya, para pedagang memilih untuk tidak menyetok terlalu banyak barang, karena khawatir rugi bila sayuran cepat membusuk sebelum terjual. “Banyak barang tersisa tak terjual karena penjualan sepi,” ujarnya.

Dinas Koperasi, UKM, dan Perdagangan Kabupaten Klaten angkat bicara terkait fenomena ini. Kepala dinas, Anang Widjatmoko, menyatakan bahwa kenaikan harga sebagian disebabkan oleh meningkatnya permintaan masyarakat.

Namun, pedagang berharap agar harga sayuran kembali stabil agar daya beli konsumen tidak terus melemah.

Jika kondisi ini berlanjut, mereka khawatir kerugian semakin besar dan kepercayaan pembeli terhadap pasar tradisional bisa menurun.

Kenaikan harga sayuran di Klaten tengah menjadi dilema bagi pedagang: ingin menaikkan margin keuntungan, tetapi justru berisiko kehilangan pembeli.

Lonjakan harga akibat cuaca dan permintaan menekan volume penjualan, sementara stok sayur mudah rusak jika tidak cepat terjual.

Dukungan dari pemerintah lokal, dalam bentuk intervensi pasokan atau regulasi harga, menjadi harapan para pedagang agar situasi ini segera membaik.

Akhirnya, stabilisasi harga bukan hanya penting bagi para pedagang, tetapi juga bagi konsumen agar tetap bisa mengakses kebutuhan pokok dengan wajar.