Museum Semedo Bangkitkan Semangat Budaya, Adakan Event “Maring Semedo Disit 2025” Berkolaborasi dengan DKDKT dan Pemkab Tegal

Ketua DKDKT Ki Firman Haryo Susilo (kiri), Plt Kepala Dikbud Kabupaten Tegal Winarto (tengah) dan Kepala Unit Museum Semedo Gatut Eko Nurcahyo saat diwawancara sejumlah awak media soal Museum Semedo

   SLAWI, diswaysolo.id – Geliat kebudayaan Kabupaten Tegal bakal kembali membara! Museum Situs Semedo bersiap menggelar hajatan akbar bertajuk “Maring Semedo Disit 2025”. Sebuah gerakan budaya yang mengajak masyarakat balik nengok Semedo dan menelusuri jejak peradaban manusia purba di tanah Tegal.

Kegiatan yang berkolaborasi dengan Dewan Kebudayaan Daerah Kabupaten Tegal (DKDKT) dan Pemkab Tegal tersebut melibatkan lintas Organisasi Perangkat Daerah (OPD). Hal itu terlihat saat rapat koordinasi persiapan program publik Museum Semedo. Pelaksanaannya di ruang rapat Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Tegal, Kamis, 6 November 2025.

Ketua DKDKT Ki Firman Haryo Susilo menegaskan, ini adalah program publik unggulan Museum Semedo yang kini memasuki tahun kedua penyelenggaraan.

”Ini hajatannya Museum Semedo untuk masyarakat Kabupaten Tegal. Museum hadir bukan sekadar tempat menyimpan fosil, tapi menjadi ruang bertemunya potensi kebudayaan lokal,” ujarnya dengan semangat.

Acara Padat dan Berwarna

Menurut dia, tahun lalu gelaran serupa sukses besar. Harapannya bisa menjadi agenda tahunan. Rangkaian acaranya padat dan berwarna. Mulai dari Dialog Kebudayaan Lembaga Adat Desa (17/11/2025). FGD Lembaga Adat Desa Semedo (19/11/2025). Kirab Warisan Purba Museum Semedo (24/11/2025). Pameran Wanara Seba (25–27/11/2025). Kompetisi Konsep Pariwisata Pendukung Kawasan Semedo hingga puncak Pagelaran Kolosal “Babad Semedo” (30/11/2025).

Lokasi acaranya tersebar di berbagai titik strategis. Yaitu, di Alun-Alun Hanggawana Slawi untuk kirab budaya, Gedung Korpri Slawi untuk pameran, hingga Trasa Slawi tempat pagelaran kolosal berlangsung megah.

Museum Semedo yang berdiri megah di Desa Semedo, Kecamatan Kedungbanteng, kini menjadi objek wisata paling ramai kedua di Kabupaten Tegal setelah Guci. Rata-rata pengunjung mencapai 4.000–7.000 orang per bulan.

“Angka ini luar biasa, padahal aktivitas pengunjung di museum hanya sekitar satu jam,” kata Ki Haryo, usai rapat koordinasi di kantor Dinas Dikbud.

Baca Juga:  Pondok Pesantren di Semarang Didorong Tingkatkan Kualitas Pendidikan Dalam Menghadapi Tantangan Zaman

Dia berharap, kompetisi pariwisata dalam rangkaian Maring Semedo Disit 2025 dapat melahirkan destinasi baru di sekitar kawasan Semedo. Dengan demikian, mampu menggerakkan roda ekonomi warga setempat.

Kepala Unit Museum Semedo Gatut Eko Nurcahyo menuturkan, kegiatan di Semedo tahun ini juga fokis untuk menghidupkan kembali seni dan tradisi lokal yang nyaris punah akibat desakan zaman.

”Kami ingin mengembalikan nilai-nilai seni dan tradisi yang dulu pernah hidup, seperti seni sintren dan tari endel. Ini cara kami menjaga ingatan kolektif masyarakat,” jelasnya.

Dia ajuga mengingatkan pentingnya sejarah pembangunan museum. ”Museum ini berdiri karena kolaborasi harmonis antara Pemkab Tegal dan Kementerian Kebudayaan. Gagasan awalnya datang dari almarhum Bupati Enthus Susmono pada 2015 dengan menyediakan lahan. Sementara pemerintah pusat membangun sarana dan prasarana,” tutur Gatut.

Sejak Oktober 2022, Museum Semedo mencatat peningkatan signifikan jumlah pengunjung. 72 ribu orang di 2022, naik menjadi 87 ribu di 2023, dan 94 ribu di 2024. Sementara hingga Oktober 2025, sudah 47 ribu wisatawan datang berkunjung.

Pemkab Tegal Dukung Penuh

Plt Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Tegal Winarto mengatakan, Pemkab Tegal mendukung penuh pelaksanaan program publik Museum Semedo ini.

”Meskipun museum ini kewenangan pemerintah pusat, Pemkab Tegal tetap memberikan dukungan melalui kebijakan daerah. Salah satunya lewat Perda Nomor 11 Tahun 2022 tentang Pemajuan Kebudayaan,” ujarnya.

Dia berharap, kegiatan ini menjadi momentum kebangkitan kebudayaan sekaligus penguat identitas daerah. ”Semedo bukan hanya masa lalu. Ia adalah cermin kebanggaan dan sumber inspirasi bagi generasi masa depan,” tegasnya.

Dengan semangat kolaborasi lintas sektor, program ini harapannya menjadi mahakarya budaya Tegal. Tak hanya menonjolkan fosil-fosil purba, tapi menggugah kesadaran kolektif masyarakat akan pentingnya menjaga warisan leluhur.

Baca Juga:  Alasan Menaker Tidak Melanjutkan Bantuan Subsidi Upah (BSU)

Dari fosil manusia purba hingga tarian endel, dari artefak ribuan tahun lalu hingga dialog adat masa kini, Semedo kembali hidup, berdenyut, dan berbicara kepada dunia. “Inilah Tegal, tanah peradaban yang tak lekang zaman!”