Klaten  

Mengasah Kreativitas & Cinta Budaya: Lomba Lukis Payung di Juwiring Klaten

Klaten,diswaysolo.id – Melestarikan warisan budaya lokal tidak selalu harus lewat pertunjukan tradisional.

Di Klaten, Disbudporapar mengambil langkah kreatif dengan menyelenggarakan lomba lukis payung bagi siswa SD dan SMP sebagai media edukasi budaya.

Kegiatan ini tidak hanya mengajak generasi muda untuk mengekspresikan diri, tetapi juga memperkenalkan warisan budaya Payung Juwiring yang telah diakui sebagai Warisan Budaya Takbenda (WBTb).

Simak ulasan selengkapnya berikut ini agar kamu tidak ketinggalan informasinya ya!

Lomba Lukis Payung

Acara lomba lukis payung digelar pada Kamis, 16 Oktober 2025, di kompleks RSPD Klaten.

Sebanyak 221 pelajar ikut ambil bagian—110 dari jenjang SD dan 111 dari SMP. Para peserta diberikan payung polos berwarna putih sebagai media lukis, lalu diberi kebebasan memilih tema terkait alam dan budaya Klaten.

Plt Kepala Disbudporapar Klaten, Purwanto, menyatakan tema “Warna Budaya Tetap Bersinar” sebagai landasan acara, agar setiap karya tidak hanya indah secara visual tetapi juga sarat makna budaya.

Lomba ini dirancang bukan sebagai sekadar ajang seni, tetapi sebagai sarana pendidikan budaya sejak dini.

Dengan melibatkan pelajar, Disbudporapar berharap anak-anak lebih mengenal Payung Juwiring dan memahami arti penting perlindungan terhadap warisan lokal mereka.

Payung Juwiring sendiri resmi ditetapkan sebagai Warisan Budaya Takbenda (WBTb) oleh Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi pada tahun 2022, bersama dengan gerabah Putaran Miring Melikan Wedi di Klaten.

Dengan status tersebut, pihak terkait merasa terbebani untuk menjaga dan mengangkat keberadaannya di tengah modernisasi budaya.

Para peserta memiliki batas waktu tiga jam untuk menyelesaikan lukisan. Dewan juri berasal dari ISI Yogyakarta dan ISI Surakarta, yakni Josep Yuwono, Amir Hamzah, dan I Nyoman Suyasa.

Baca Juga:  Keindahan Kaki Gunung Merapi di Klaten

Keharmonisan

Aspek penilaian mencakup keharmonisan warna, komposisi gambar, dan tingkat kreativitas ide.

Peserta yang meraih juara akan mendapatkan piala dan uang pembinaan sebagai penghargaan atas usaha kreatif mereka.

Lomba lukis payung di Juwiring menjadi contoh nyata bagaimana seni dan budaya dapat dikolaborasikan dalam pendidikan.

Melalui kreativitas peserta, publik lokal tidak hanya melihat keindahan visual tapi juga mengenali identitas budaya Klaten.

Dengan terus menggelar kegiatan seperti ini secara rutin, generasi muda diharapkan tidak hanya menjadi kreatif, tetapi juga menjadi penjaga semangat budaya lokal.

Semoga upaya seperti ini berkembang di sekolah-sekolah lain di Indonesia, agar setiap anak punya kesempatan menyulam kreativitas sekaligus merangkai kecintaan terhadap warisan budaya masing-masing daerah.