Klaten,diswaysolo.id – Di kawasan pemakaman umum Desa Plawikan, Kecamatan Jogonalan, Klaten, berdiri sebuah arca batu unik yang menarik perhatian banyak orang.
Arca itu telah lama berada di tengah-tengah makam, namun bentuknya sudah rusak—terutama bagian kepala yang telah hilang.
Meski demikian, sisa-sisa ornamen pada tubuhnya masih menyisakan teka-teki sejarah tersendiri.
Dalam artikel ini, kita akan menelusuri asal-usul, dugaan makna, dan langkah pelestarian yang mungkin melakukannya agar arca ini tidak dilupakan oleh masa.
Misteri Arca
Arca tersebut terbuat dari batu andesit dan memiliki tinggi sekitar 80 cm. Bentuknya menggambarkan sosok yang duduk bersila dengan kaki terlipat di depan.
Namun bagian kepala telah hilang, dan kedua tangan pun mengalami kerusakan signifikan. Meski banyak bagian telah terkikis oleh waktu, pahatan pada bagian dada masih bisa dikenali meskipun telah berlumut.
Menurut warga lokal, seperti Triman (86), arca ini telah lama berada di makam Plawikan—semenjak ia masih kecil. Dahulu arca itu tidak berada di lokasi sekarang, melainkan diletakkan di barat makam dan kemudian dipindahkan ke titik yang tampak kosong di dalam komplek kuburan.
Warga setempat dan sesepuh desa tidak pernah menyimpan catatan mengenai asal-usulnya.
Berdasarkan bentuk fisiknya, pegiat sejarah Klaten, Yohanes Sudaryanto, menduga bahwa arca tersebut menggambarkan Dewa Siwa.
Ia menilai bahwa arca ini berasal dari periode abad ke-8 hingga ke-9 Masehi, masa kejayaan Mataram Kuno.
Cagar Budaya
Menurutnya, arca ini mungkin pernah berpindah dari lokasi asalnya ke makam Plawikan, akan terbawa bersama batu-batu candi yang tersebar di sawah di sekitarnya.
Namun, arca tersebut belum masuk dalam daftar cagar budaya atau inventaris resmi. Wiyan Ari Tanjung dari Dinas Kebudayaan Klaten menyatakan bahwa instansinya akan segera melakukan survei ke lokasi untuk mendata arca tersebut.
Letak arca yang berada di dalam komplek makam menimbulkan tantangan tersendiri. Karena posisinya di tempat pemakaman umum, arca ini rentan terhadap kerusakan akibat alam, aktivitas pemeliharaan makam, dan kurangnya kesadaran pelestarian.
Belum adanya dokumentasi atau perlakuan khusus terhadap artefak ini menunjukkan bahwa statusnya masih lemah dari sisi perlindungan.
Jika tidak segera tertangani, arca ini berisiko rusak lebih parah, kehilangan detail sejarah, atau bahkan hilang tak berjejak.
Oleh sebab itu, pemantauan rutin, dokumentasi foto 3D, dan koordinasi antara masyarakat lokal dan lembaga kebudayaan sangat penting untuk menjaga keberadaan arca ini.
Arca tanpa kepala di tengah Makam Plawikan bukan sekadar batu lama, melainkan saksi bisu masa lalu—mewariskan cerita proses budaya, migrasi artefak, dan tantangan pelestarian lokal.
Walaupun terabaikan dalam catatan resmi, arca ini menyimpan nilai historis tinggi yang pantas terlindungi.
Untuk menjaga agar ia tetap terlihat generasi mendatang, langkah awal yang perlu adalah mendata, merawat, dan memberdayakan warga setempat untuk ikut menjaga warisan ini agar tidak hilang tertelan waktu.






