Senyum Tegas Pasutri Penjual Sayur Usai Tuntutan 9 Bulan Penjara

Surakarta,diswaysolo.id – Di tengah suasana sidang yang menegangkan, pasangan suami istri yang berprofesi sebagai penjual sayur ini justru menunjukkan senyum ketika mereka dituntut selama sembilan bulan penjara.

Kasus tersebut berawal dari persoalan utang piutang antara pasutri itu dengan pemilik usaha catering, yang kemudian berujung tuduhan pencurian alat-alat catering.

Meskipun tuntutan berat terbaca di ruang sidang Pengadilan Negeri Denpasar, pihak terdakwa memilih untuk tetap tegar dan yakin bahwa perkara akan berakhir adil.

Simak ulasan selengkapnya berikut ini agar kamu tidak ketinggalan informasinya ya!

Penjual Sayur dituntut 9 Bulan Penjara 

Menurut jaksa penuntut umum, pasangan Putu Prasuta, 27, dan Ni Wayan Diantari, 27, tertuduh melakukan pencurian dengan pemberatan (Pasal 363 ayat (1) ke-3 dan ke-4 KUHP).

Mereka tertuduh membawa dua freezer dan dua kompor gas dari gudang catering milik Ety Yulia Susanti di Denpasar sebagai jaminan atas utang yang belum terbayar.

Jaksa menegaskan bahwa alat-alat itu harus kembali kepada pemiliknya.

Awal kasus

Awalnya, kasus ini bermula pada malam Jumat, 20 September 2024, ketika pasangan terdakwa datang untuk menagih pembayaran atas sayur yang mereka suplai secara rutin kepada Ety.

Namun karena pembayaran macet, mereka membawa peralatan catering sebagai jaminan.

Ternyata, peralatan tersebut bukan milik Ety, melainkan milik pengelola catering lain — sehingga muncul tuduhan bahwa tindakan mereka berpotensi melanggar hukum.

Di pihak pembela, tim hukum berargumen bahwa bukannya mencuri, tindakan itu lebih tepat terkategorikan sebagai langkah jaminan dalam utang piutang.

Mereka menyatakan bahwa peralatan yang terbawa telah kembali dalam kondisi baik, tanpa kerusakan.

Tidak ada unsur niat jahat (dol) dalam tindakan kliennya. Mereka berharap hakim akan menjatuhkan vonis lebih ringan dari tuntutan sembilan bulan penjara.

Baca Juga:  Museum Radya Pustaka Surakarta, Pusat Edukasi Bersejarah

Kuasa hukum juga menekankan bahwa kerugian sifatnya tidak permanen, dan para terdakwa bersikap kooperatif selama proses persidangan.

Dengan fakta-fakta tersebut, mereka optimis keputusan hakim akan lebih manusiawi.

Meski menghadapi tuntutan pidana berat, pasangan tersebut meninggalkan ruang sidang dengan ekspresi senyum.

Gerak kecil itu menarik perhatian publik dan media, sebagai simbol kekuatan mental dan keyakinan akan keadilan. Mereka tampak tak gentar, seolah menyampaikan pesan bahwa semangat mereka tidak akan runtuh oleh tekanan sidang.

Senyum itu bisa memahami sebagai strategi psikologis: memperlihatkan sikap tegar agar publik dan pengambil keputusan melihat bahwa mereka tidak lari dari tanggung jawab, namun juga mempertahankan martabat.

Kasus pasutri penjual sayur yang mendapat tuntutan sembilan bulan penjara membuka diskusi tentang batas antara utang dan tindak kriminal.

Apakah tindakan mengambil barang sebagai jaminan dapat terkategori pencurian? Atau harus lihat dalam konteks kontraktual? Pihak terdakwa masih punya harapan bahwa hakim akan mempertimbangkan pembelaan dan fakta bahwa tidak ada kerusakan permanen.

Senyum tegar mereka keluar dari ruang sidang menjadi simbol optimisme bahwa dalam proses hukum, keadilan tetap bisa bersinar.