Blog  

Beyond IQ: Mengapa Karakter Adalah Kecerdasan Akhir Bagi Mahasiswa ?

Beyond IQ: Mengapa Karakter
Rahmad Agung Nugraha, Doktor Psikologi Pendidikan, Dosen Pascasarjana Universitas Pancasakti Tegal

diswaysolo.id – Bayangkan ada dua lulusan sarjana, sebut saja si A, dengan IPK sempurna 4.0, dimana si A ini menguasai teori kompleks, namun si A ini kerap menyontek dan menghalalkan cara untuk menang. Beyond IQ.

Di sisi lain ada mahasiswa sebut saja si B dengan IPK baik 3.4, akan tetapi si B aktif berorganisasi, dikenal jujur dan mampu memimpin teman-temannya. Siapa yang lebih siap dalam menghadapi gelombang tantangan kehidupan yang sebenarnya ?

Kita sering terpaku pada angka IPK dan gelar, tetapi dunia nyata justru menghajar kita dengan masalah etika, kegagalan, dan kerja sama yang menuntut kekuatan karakter.

Inilah yang membuat karakter tidak lagi sekadar pelengkap, melainkan kecerdasan akhir (the ultimate intelligence) yang menentukan ke mana arah kecerdasan akademik itu akan dibawa. Tidak dapat dimungkiri, kecerdasan akademik atau Intelligence Quotient (IQ) adalah aset yang sangat berharga.

Beyond IQ: Mengapa Karakter adalah Kecerdasan Akhir bagi Mahasiswa ?

Ia adalah pintu gerbang masuk ke perguruan tinggi favorit, kunci untuk memahami teori-teori kompleks, dan fondasi untuk menguasai disiplin ilmu tertentu. Seorang mahasiswa dengan IQ tinggi jelas memiliki modal awal yang luar biasa.

Mahasiswa dengan IQ tinggi itu baru sebuah fondasi, bukan sebuah gedungnya. IQ adalah mesin yang powerful, yang harus di topang dengan kecerdasan emosional (EQ) dan kecerdasan interpersonal yang merupakan kemudi, navigator, dan sopirnya. Mesin yang kuat tanpa sopir yang terampil hanya akan membuat mobil itu terperosok ke jurang atau tersesat.

Kecerdasan Emosional (EQ) adalah kemampuan untuk mengenali, memahami, dan mengelola emosi kita sendiri, serta mengenali, memahami, dan mempengaruhi emosi orang lain. Konsep kecerdasan emosional (EQ) di populerkan oleh Daniel Goleman melalui bukunya, Emotional Intelligence di tahun 1995.

Baca Juga:  Bawazier Soedomo

Inti argumennya revolusioner yaitu kecerdasan emosional (EQ) seringkali lebih penting daripada kecerdasan akademik (IQ) dalam menentukan kesuksesan seseorang dalam kehidupan, hubungan, dan karier.

Bagi Goleman, IQ adalah hardware bawaan kita, potensi kognitif yang relatif tetap. Sementara EQ adalah software yang dapat kita instal dan tingkatkan terus menerus.Software inilah yang menentukan seberapa optimal hardware IQ kita dapat berfungsi.Dan ini di rasa sangat penting karena kecerdasan emosional (EQ) berperan sebagai

1.Pengendalian Diri (Self-Regulation). Mahasiswa dengan EQ tinggi mampu mengelola stres saat menghadapi deadline, menerima kritik dari dosen dengan bijak, dan tidak mudah menyerah saat menghadapi kegagalan (misalnya, nilai ujian yang jelek). IQ tinggi tapi rendah EQ bisa menyebabkan frustasi dan burnout.

2.Motivasi Intrinsik. EQ membantu mahasiswa memiliki disiplin internal dan passion untuk belajar, bukan sekadar mengejar IPK. Ini adalah bahan bakar untuk belajar sepanjang hayat (lifelong learning).

3.Pengambilan Keputusan yang Baik. Emosi yang terkendali memungkinkan kita berpikir jernih. Banyak keputusan gegabah (seperti plagiat karena tertekan) terjadi karena ketidakmampuan mengelola emosi.