Daerah  

Jejak Stasiun Kudaile: Warisan Tersembunyi Jalur Kereta Kolonial di Slawi

Slawi,diswaysolo.id – Di sepanjang Jalan Raya Dua Tegal–Slawi, berdiri sebuah bangunan tua — tampak seperti rumah usang yang berdiri kokoh meski terlilit waktu dan terlindungi deretan tanaman hias.

Tidak banyak yang tahu bahwa bangunan itu pernah menjadi stasiun kereta api.

Dulu sebagai Stasiun Kudaile, bangunan ini merupakan saksi bisu jejak transportasi kolonial Belanda yang melintasi wilayah Tegal dan Slawi.

Meski kini rel masih aktif di sebelah timur bangunan, fungsi stasiun tersebut telah lama pudar. Penutupan resmi terjadi pada 2005 menyusul tidak beroperasinya lagi kereta penumpang di jalur tersebut.

Sejarah Singkat Stasiun Kudaile

Stasiun ini awalnya terbangun oleh perusahaan Belanda, JSM, sebagai bagian dari pengembangan jalur kereta Tegal–Balapulang.

Pada 16 September 1895, aset dan jalur ini telah terambil alih oleh Semarang–Cheribon Stoomtram Maatschappij (SCS).

Ketika masih beroperasi, Stasiun Kudaile tak hanya melayani penumpang lokal, tetapi juga berfungsi sebagai gudang penyimpanan hasil bumi. Antara lain, tebu, singkong, dan kayu jati. Kemudian hasil bumi itu terkirim melalui jalur kereta.

Dengan ketinggian sekitar 30 meter di atas permukaan laut, bangunan ini tetap berdiri meski tidak lagi berfungsi sebagai stasiun.

Dari luar, bangunan ini terlihat sederhana dan usang, mirip rumah tinggal dengan cat yang mulai pudar dan terkelilingi oleh tanaman hias yang menambah nuansa “tua namun hidup”.

Posisi tepat di tepi jalan raya dan berhadapan langsung dengan rel aktif menambah nilai historisnya sebagai titik pengingat masa lalu perkeretaapian di wilayah Tegal–Slawi.

Stasiun Kudaile akhirnya tutup pada tahun 2005, setelah tidak ada lagi layanan kereta penumpang yang melintas melalui jalur tersebut.

Meskipun tidak bersungsi lagi, keberadaan bangunan ini tetap membawa identitas sejarah yang kuat.

Baca Juga:  Mahasiswa KKN UPS Tegal Bergerak di Wonosobo, Berkolaborasi Dengan Warga Untuk Memajukan Desa

Bangunan menjadi simbol perjalanan moda transportasi zaman kolonial dan menyimpan potensi sebagai warisan budaya yang bisa terangkat kembal, baik sebagai situs wisata sejarah maupun edukasi.

Era Kereta Uap Dominan

Bangunan tua yang kini terabaikan itu adalah lebih dari sekadar struktur lapuk di sisi jalan; ia adalah fragmen hidup dari sejarah perkeretaapian di Jawa Tengah.

Dikenal sebagai Stasiun Kudaile, bangunan ini mengingatkan kita pada era ketika kereta uap dominan sebagai sarana perjalanan dan distribusi logistik.

Peran ganda sebagai stasiun penumpang dan gudang hasil bumi memperkuat nilai strategis Stasiun Kudaile dalam ekonomi kolonial.

Meski telah ditutup, kesadaran terhadap eksistensinya tidak boleh sirna.

Pemerintah daerah maupun komunitas setempat dapat mempertimbangkan langkah pelestarian, seperti menandai bangunan sebagai cagar budaya, atau menyelenggarakan tur sejarah yang mengangkat kisah jalur kereta Tegal–Balapulang.

Dengan demikian, Stasiun Kudaile berpotensi menjadi titik edukasi dan nostalgia yang penting bagi generasi saat ini dan mendatang