Pemerintah Bidik Pajak dari Aktivitas di Media Sosial Mulai 2026

Jakarta,diswaysolo.id – Pemerintah melalui Kementerian Keuangan berencana memperluas objek pajak ke media sosial, menargetkan influencer, kreator konten, dan platform digital asing seperti YouTube, TikTok, dan Instagram mulai 2026.

Rencana ini muncul karena masih banyak penghasilan dari media sosial yang belum terlaporkan dalam sistem perpajakan formal.

Wakil Menteri Keuangan Anggito Abimanyu menyatakan bahwa data digital dan aktivitas di media sosial sebagai sumber informasi pajak.

Pemerintah juga telah menunjuk marketplace sebagai pemungut pajak PPh Pasal 22 melalui PMK 37 Tahun 2025 sebagai langkah awal menyasar transaksi digital.

Kementerian Keuangan Siapkan Regulasi Baru

Kebijakan baru ini menargetkan kreator konten, influencer, selebgram, affiliate marketer, bahkan akun bisnis di media sosial yang mendapatkan penghasilan dari monetisasi, endorse, iklan, langganan, dan promosi produk.

Selain itu, platform digital asing yang melayani pasar Indonesia seperti Netflix, Spotify, dan platform e-learning juga akan menjadi objek pajak resmi. 

Direktorat Jenderal Pajak (DJP) telah siap menggunakan metode crawling untuk memantau aktivitas digital publik. Misalnya unggahan gaya hidup mewah yang bisa menunjukkan potensi penghasilan tidak ada laporan.

Permintaan data ini akan ada tindak lanjut dengan pendekatan edukasi, peringatan, dan bila perlu penegakan hukum.

Langkah ini merupakan lanjutan dari implementasi UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP), yang mendesain ulang sistem pemungutan pajak digital dan PPH Pasal 22 oleh platform elektronik resmi.

Pemerintah menargetkan rasio pajak terhadap PDB naik menjadi 11,7–12,2 % pada 2026, sebagai bagian dari strategi fiskal nasional.

Kreator konten dan pelaku usaha di media sosial segera mencatat penghasilan, memiliki NPWP, dan melaporkan SPT tahunan secara jujur.

Konsultasi dengan konsultan pajak menjadi sangat ada anjuran, apalagi bagi mereka yang mulai menerima monetisasi maupun endorsement secara rutin. 

Baca Juga:  Nadiem Makarim Penuhi Panggilan KPK Terkait Dugaan Korupsi

Peneliti dari Indef menyoroti bahwa belum adanya regulasi jelas untuk social commerce seperti TikTok Shop menimbulkan ketidakadilan dibandingkan marketplace tradisional.

Berharap Ciptakan Regulasi yang Adil

Pemerintah diharapkan menciptakan regulasi yang adil dan tidak membebani pelaku usaha kecil. Di samping itu, pemerintah perlu menyampaikan sosialisasi besar-besaran agar pelaku ekonomi digital memahami aturan baru ini dengan benar.

Mulai 2026, Indonesia memasuki era baru pajak digital dengan memasukkan aktivitas ekonomi di media sosial sebagai objek pungutan.

Pemerintah menyiapkan sistem pengawasan dan pemungutan berbasis data untuk memastikan keadilan fiskal.

Meski banyak manfaat dalam ini, edukasi dan sosialisasi intens terhadap para kreator dan pelaku usaha digital menjadi kebutuhan. Hal itu agar mereka dapat mematuhi ketentuan secara bijak dan tidak terburu-buru.

Dengan langkah ini, Indonesia berharap bisa meraih potensi pajak digital yang sebelumnya belum tertangkap sistem, sekaligus mendorong ekonomi digital yang transparan dan profesional.