Sragen  

Sebanyak 9.398 Anak di Sragen Terpaksa Putus Sekolah, Pemkab Sragen Memperkenalkan Inovasi ‘Asah Permata’

Sebanyak 9.398 Anak di Sragen
Kantor Pemda Terpadu Kabupaten Sragen. Sebanyak 9.398 Anak di Sragen putus sekolah. -Istimewa-

SRAGEN, diswaysolo.id – Tingginya angka anak putus sekolah di Kabupaten Sragen segera ditanggapi oleh Pemerintah Kabupaten Sragen dengan meluncurkan inovasi sosial ASAH PERMATA (Ayo Sekolah, Perbaiki Masa Depan Kita). Sebanyak 9.398 anak di Sragen.

Program inovasi Asah Permata ini merupakan gerakan kolaboratif untuk mengatasi masalah serius Anak Tidak Sekolah (ATS). Program yang diinisiasi oleh Badan Perencanaan Pembangunan, Riset dan Inovasi Daerah (Bapperida)

ini menjadi langkah strategis untuk memutus rantai ketimpangan pendidikan serta membangun masa depan yang lebih inklusif dan adil bagi generasi muda Sragen.

Program ini diluncurkan secara resmi bertepatan dengan peringatan Hari Anak Nasional pada 31 Juli 2024 lalu di GOR Diponegoro. Program ini bertujuan untuk menyasar ribuan anak berusia 7 hingga 18 tahun yang terindikasi tidak mendapatkan pendidikan.

Baca Juga:  Koperasi Merah Putih Sragen Sebanyak 208 Siap Beroperasi

Sebanyak 9.398 Anak di Sragen Terpaksa Putus Sekolah

Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik dan Survei Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS), sebanyak 9.398 anak di Sragen tidak bersekolah atau lebih dari 23 persen anak belum pernah atau tidak lagi bersekolah.

Menyikapi situasi tersebut, Bapperida Sragen meluncurkan langkah terpadu dengan melibatkan berbagai sektor, melalui inovasi “ASAH PERMATA”.

Inovasi ini diharapkan tidak hanya menjadi program pendataan, tetapi juga menjadi gerakan terpadu yang melibatkan OPD lintas sektor, lembaga pendidikan, perguruan tinggi, organisasi sosial, filantropi, hingga tokoh masyarakat.

Dengan pendekatan holistik, pemerintah merancang strategi pencegahan dan intervensi untuk menjangkau dan mengembalikan anak anak ke sekolah, baik melalui jalur formal, pendidikan kesetaraan (Paket A, B, C), maupun pendidikan luar biasa bagi Anak Berkebutuhan Khusus (ABK).

“Permasalahan ATS sangat kompleks dan melibatkan banyak aspek, mulai dari faktor ekonomi, sosial, budaya, hingga geografis. Oleh karena itu, penanganannya harus lintas sektor dan menyeluruh,” jelas Aris Tri Hartanto, Kepala Bapperida Sragen.