Boyolali,diswaysolo.id – Insiden pendakian ilegal di Gunung Merapi kembali menjadi sorotan setelah tujuh remaja yang mendaki melalui jalur tak resmi berhasil tertangkap.
Tujuh pelajar itu kuat dugaan mengikuti kegiatan pendakian yang pemdunya dua orang yang kini menjadi buronan petugas.
Pendakian lewat Dukuh Jelok, Desa Cluntang, Musuk, Boyolali ini melanggar peraturan karena jalur masih tertutup akibat aktivitas vulkanik.
Kasus ini membuka kembali jejak hitam praktik pemanduan ilegal yang sebelumnya juga sudah pernah tertangkap oleh petugas.
Nekat Mendaki Gunung
Peristiwa bermula ketika warga dan petugas gabungan menemukan tujuh remaja yang turun dari Gunung Merapi melalui jalur tak resmi di Dukuh Jelok.
Saksi di lokasi melaporkan ke petugas setempat setelah melihat kelompok ini turun pada malam hari dengan kondisi kurang pengawasan.
Selanjutnya petugas Amankan ketujuh pendaki yang berasal dari berbagai kota itu, karena kuat dugaan melanggar aturan pendakian yang masih tertutup untuk umum.
Perjalanan mereka ilegal karena tidak melalui jalur resmi dan tidak terdaftar dalam sistem resmi pendakian.
Dalam pemeriksaan awal, para pendaki mengaku bahwa mereka dibantu oleh dua orang pemandu, bernama Eza dan Aldo dari Kudus, untuk bisa masuk dan mendaki melalui jalur ilegal tersebut.
Menurut keterangan pihak Balai Taman Nasional Gunung Merapi (BTNGM), dua pemandu ini tidak turun bersama kelompok saat ditangkap, melainkan memilih jalur berbeda sehingga lolos dari penangkapan.
Keberadaan mereka masih menjadi fokus pencarian petugas karena diduga kuat menjadi pihak yang bertanggung jawab atas pendakian ilegal ini.
Pihak BTNGM menyatakan bahwa kedua pemandu itu telah memiliki catatan jejak terkait pendakian ilegal sebelumnya.
Sebelumnya mereka pernah tertangkap di jalur ilegal lainnya di Selo, Boyolali. Namun ternyata kembali memandu pendaki secara tidak resmi.
Kepala Seksi Wilayah II BTNGM Ari Nur Wijayanto mengonfirmasi bahwa ini bukan kasus tunggal, melainkan bagian dari pola praktik pendakian yang tidak sesuai prosedur.
Petugas kini bekerja sama dengan aparat penegak hukum untuk menangkap kedua pemandu yang kini masih bebas.
Tujuh pendaki ilegal itu kini menghadapi sejumlah sanksi. Balai Taman Nasional Gunung Merapi menindak mereka dengan program edukasi konservasi di objek wisata alam.
Selain itu, selama tiga tahun dari aktivitas pendakian gunung di kawasan konservasi seluruh Indonesia mereka kena blacklist. Hal itu sebagai bentuk pencegahan agar tidak mengulangi tindakan serupa.
Para remaja itu juga wajib membuat konten kampanye keselamatan dan konservasi di media sosial masing-masing selama enam bulan.
Tutup Pendakian, Awasi Status Vulkanik
Pendakian Gunung Merapi sampai saat ini masih tutup karena status aktivitas vulkaniknya yang terus ada pengawasan oleh BTNGM.
Berlakukan larangan ini untuk memastikan keselamatan pendaki dan meminimalkan risiko bencana alam.
Namun, fakta bahwa masih ada pihak yang membuka layanan pemanduan ilegal menunjukkan kebutuhan peningkatan penegakan aturan serta edukasi kepada masyarakat.
Petugas berharap kejadian seperti ini menjadi pelajaran bahwa pendakian tanpa izin resmi bisa membahayakan keselamatan diri sendiri dan orang lain.
Kasus pendakian ilegal di Gunung Merapi melalui jalur Dukuh Jelok ini menunjukkan bahwa masih ada celah praktik yang mengabaikan aturan keselamatan dan konservasi.
Respons cepat dari warga dan petugas berhasil menghentikan pendakian yang melanggar. Namun tanggung jawab sesungguhnya masih menggantung pada dua pemandu yang kini menjadi buronan.
Sanksi tegas kepada para pendaki dan kebijakan blacklist, harapanya mengurangi upaya pendakian ilegal di masa depan.
Kesadaran akan pentingnya mematuhi larangan resmi menjadi kunci utama agar bencana yang tidak ingin bisa terhindari.






