KUDUS, diswaysolo.id – Pemerintah Provinsi Jawa Tengah saat ini sedang merencanakan kebijakan baru mengenai penerapan sekolah enam hari untuk tingkat SMA/SMK sederajat. Pengajar di Jateng.
Meskipun kebijakan ini belum dilaksanakan, sejumlah guru SMA/SMK di Jateng mengeluhkan kebijakan tersebut. Sebenarnya, rencana ini muncul sebagai upaya untuk menyesuaikan pola belajar siswa dan meningkatkan efektivitas pembinaan peserta didik.
Wacana yang dianggap positif ini justru memicu berbagai tanggapan. Ada yang mendukung, namun tidak sedikit pula yang menolak dengan keras.
Keluhan dari kalangan guru mengenai rencana enam hari sekolah ini juga telah didengar oleh Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Mendikdasmen) RI, Abdul Mu’ti. Mu’ti menegaskan bahwa pemerintah pusat hanya mengatur durasi belajar siswa dalam satu minggu.
Pengajar di Jateng Mengeluh Enam Hari Sekolah
“Pada dasarnya yang kita atur adalah lama belajar dalam seminggu, itu harus sesuai dengan ketentuan,” ujar Mu’ti saat melakukan kunjungan kerja di Kabupaten Kudus pada hari Sabtu kemarin.
Interpretasi atau pemahaman serta implementasi dari aturan tersebut, menurut Mu’ti, diserahkan kepada pemerintah daerah.
Oleh karena itu, tambah Mu’ti, pemerintah daerah memiliki kewenangan untuk menentukan pola waktu belajar yang paling sesuai dengan kebutuhan lokal, asalkan tetap berada dalam koridor aturan yang berlaku.
“Dari situ nantinya mau diterapkan dalam lima hari atau enam hari itu sesuai dengan kebijakan Pemda, karena pada prinsipnya kami hanya mengatur lamanya pembelajaran dalam seminggu,” tambahnya.
Menurut Muti, pemerintah daerah diberikan fleksibilitas untuk menyesuaikan kebijakan sesuai dengan kondisi masing-masing wilayah.
Muti menegaskan bahwa regulasi di tingkat nasional sebenarnya tidak mengatur jumlah hari sekolah, melainkan hanya batasan lama belajar dalam satu pekan.
Selama ketentuan jam belajar mingguan dipatuhi, Muti menambahkan, pemerintah daerah memiliki kewenangan penuh untuk menentukan pola pelaksanaan kebijakan hari sekolah.
“Pada dasarnya, yang kita atur adalah lama belajar dalam seminggu, yang harus sesuai dengan ketentuan,” jelas Muti.
Dengan demikian, Pemprov Jateng memiliki kebebasan untuk memutuskan apakah jam belajar akan dibagi dalam lima hari atau enam hari sekolah.
“Dari situ, nantinya akan diterapkan dalam lima hari atau enam hari sesuai dengan kebijakan Pemda, karena pada prinsipnya kami hanya mengatur lamanya pembelajaran dalam seminggu (sepekan),” tambahnya.
Melalui penjelasan ini, Abdul Muti menegaskan bahwa pemerintah daerah dapat menyesuaikan kebijakan waktu belajar sesuai dengan kebutuhan, karakteristik, dan kondisi di wilayah masing-masing. Dengan demikian, kebijakan yang diambil benar-benar tepat sasaran.
Untuk diketahui, Pemprov Jateng sendiri mempertimbangkan penerapan enam hari sekolah berdasarkan beberapa faktor, termasuk aspek pengawasan kegiatan siswa di akhir pekan.
Pemprov Jateng berpendapat bahwa penambahan satu hari sekolah dapat mengurangi potensi penyalahgunaan waktu luang oleh siswa, salah satunya untuk aktivitas negatif.
Rencananya, kebijakan ini akan mulai diberlakukan pada semester depan tahun 2026. Jika diterapkan, seluruh SMA/SMK sederajat di Jawa Tengah akan mengikuti sistem enam hari sekolah setiap pekannya.






