Surakarta,diswaysolo.id – Pada malam hari di kota Surakarta, suasana duka menyelimuti lingkungan keraton saat masyarakat dan tokoh negara berkumpul menghormati kepergian seorang raja sekaligus simbol budaya.
Kehadiran mantan Presiden RI dalam prosesi di Keraton Kasunanan Surakarta membawa makna mendalam dalam penghormatan terhadap warisan tradisi.
Proses salat jenazah dan doa bersama menjadi momen kebersamaan yang memperkuat rasa nasional dan kultural.
Artikel ini akan mengulas kedatangan Presiden, prosesi yang berlangsung, dan nilai-nilai yang terkandung di baliknya.
Salat Jenazah
Joko Widodo tiba di Keraton Kasunanan Surakarta sekitar pukul 20.30 WIB,. Hadir pula Wali Kota Solo serta sejumlah kerabat keraton.
Kedatangannya ada sambutan dari anak-anak dan kerabat almarhum raja, Paku Buwono XIII (PB XIII), di lokasi jenazah yaitu Sasono Parasdya.
Dalam prosesi tersebut, Joko Widodo melakukan salat jenazah secara khidmat dan menyampaikan doa agar almarhum ada penerimaan di sisi Allah SWT serta dosa-dosanya terampuni.
Ucapan belasungkawa juga disampaikan secara langsung kepada keluarga dan kerabat keraton melalui sambutan singkat setelah prosesi selesai.
Kehadiran Presiden di malam hari menegaskan betapa pentingnya peran simbolik keraton dalam konteks kebangsaan serta hubungan antara istana tradisional dan pemerintah modern.
Dengan berbusana batik panjang, celana hitam, dan peci, Presiden menunjukkan penghormatan terhadap protokol adat setempat.
Acara ini juga menjadi momen penguatan bagi masyarakat setempat bahwa prosesi keagamaan dan adat dapat berjalan selaras dalam kerangka nasional.
Masyarakat yang hadir di sekitar keraton maupun jalan-iringan dijaga sedemikian rupa agar prosesi tetap tertib dan penuh kesan khidmat.
Joko Widodo pun meninggalkan lokasi setelah ±20 menit, menandai penghormatan yang tulus namun sederhana.
Nilai-nilai Budaya
Keterlibatan tokoh negara dalam prosesi adat seperti ini memberikan pesan bahwa nilai-nilai budaya Jawa dan institusi keraton masih relevan dalam kehidupan berbangsa.
Dengan ikut serta dalam salat jenazah, Presiden tidak hanya memenuhi protokol kenegaraan, tetapi juga memperlihatkan empati terhadap sejarah dan tradisi lokal.
Hal ini memperkuat sinergi antara pemerintah dan warga keraton dalam menjaga warisan budaya.
Kehadiran Presiden Joko Widodo dalam prosesi penghormatan terhadap Paku Buwono XIII di Keraton Kasunanan Surakarta bukan sekadar bentuk protokol kenegaraan—melainkan wujud penghormatan mendalam terhadap tradisi, kebangsaan, dan nilai kemanusiaan.
Momen tersebut mengingatkan kita bahwa warisan budaya tidak hanya hidup dalam museum, tetapi dalam tindakan nyata penghormatan dan kebersamaan.
Semoga prosesi ini menjadi inspirasi agar kita terus menjaga harmoni antara identitas lokal dan nasional dalam kebersamaan sebagai bangsa.






