Kendala “Kandang Semu” dan Tantangan Kebangkitan Persija Jakarta

Surakarta,diswaysolo.id – Persija Jakarta tengah berada di fase kebangkitan setelah meraih dua kemenangan berturut-turut.

Namun, momentum positif itu harus menghadapi pada tantangan bermain di “kandang semu”, bukan di markas sendiri.

Pilihan pindah ke Stadion Manahan Solo menjadi salah satu keputusan yang tidak ideal namun harus ada pengambilan.

Artikel ini mengulas latar belakang, kondisi tim, dampak “kandang semu”, dan implikasi bagi Persija ke depan.

Kandang Semu 

Persija menghadapi situasi tak biasa ketika mereka harus menjalani laga kandang melawan PSBS Biak pada Jumat 31 Oktober 2025 di Stadion Manahan, Solo.

Hal ini terjadi karena markas mereka, Jakarta International Stadium (JIS) masih dalam tahap perawatan, dan stadion lain seperti Stadion Utama Gelora Bung Karno (SUGBK) kegunaannya untuk kegiatan lain, sehingga tidak bisa terpakai.

Alhasil, Persija tidak bermain di “kandang sejati” mereka, melainkan tetap dianggap tim tuan rumah namun di lokasi yang berbeda dan tanpa dukungan suporter penuh.

Pelatih Persija, Mauricio Souza, menyatakan bahwa keputusan untuk menggunakan Stadion Manahan adalah “yang terbaik” mengingat situasi yang ada.

Ia menyadari bahwa tim harus mengambil tiga poin dalam laga ini, meskipun bermain sebagai “kandang” namun bukan di Jakarta. “Kita tahu ada proses renovasi di stadion kami di Jakarta. Tapi kita harus memikirkan 3 poin di sini,” ujarnya.

Namun, aspek psikologis dari “kandang semu” ini menjadi penghambat. Tidak adanya pendukung utama, yakni suporter The Jak, di stadion tersebut menambah beban bagi Persija.

Menempati Posisi ke-16 Klasemen

Pemain Persija, Sousa mengatakan bahwa dukungan suporter sangat penting, tetapi mereka harus tetap tampil maksimal meski tanpa kehadiran penonton.

Ini menunjukkan bahwa faktor non-teknis seperti suasana kandang juga signifikan bagi performa tim.

Baca Juga:  5 Kolam Renang di Solo untuk Tujuan Wisata Seru, Yuk Cek Disini!

Meski demikian, Persija datang ke pertandingan ini dengan tren yang lebih baik: setelah dua kekalahan beruntun atas PSM Makassar dan Borneo FC, mereka kemudian meraih dua kemenangan tandang atas Persebaya Surabaya dan Madura United.

Posisi mereka pun agak aman—menjadi runner-up klasemen sementara dengan 17 poin, tertinggal tujuh poin dari pemuncak.

Namun, pertandingan kandang yang bergeser ini menghadirkan risiko penurunan performa.

Sisi lawan, PSBS Biak, juga menyambut kondisi tersebut dengan sikap realistis. Pelatih mereka, Divaldo, menilai bermain di Solo agak menguntungkan untuk timnya karena suasana yang berbeda dan tanpa penonton. Namun ia tetap tidak menaruh ambisi besar.

Dengan performa yang lemah musim ini (baru sekali menang, tiga seri, lima kalah) dan menempati posisi ke-16 klasemen dengan 6 poin, fokus utama PSBS adalah menjaga konsistensi dan tampil tenang.

Fakta ini menunjukkan betapa pentingnya “kandang sejati” dan dukungan untuk menjaga performa tim.

Kondisi “kandang semu” yang dialami Persija menjelaskan bahwa faktor lokasi, atmosfer, dan dukungan langsung suporter tidak bisa diabaikan dalam upaya tim bangkit.

Meskipun Persija memiliki tren yang membaik dan ambisi untuk menjadi juara, tantangan bermain di luar markas sendiri menjadi ujian tambahan.

Ke depan, jika Persija ingin konsisten mengejar gelar, manajemen harus mempertimbangkan bagaimana menjaga keunggulan kandang sekaligus mengatasi situasi tidak ideal seperti ini.

Semoga pertandingan melawan PSBS Biak menjadi momentum bagi Persija untuk menunjukkan kualitas mereka — terlepas dari kondisi kandang— dan kembali ke jalur kemenangan yang stabil.