Semarang,diswaysolo.id – Sebuah hujan lebat yang mengguyur wilayah Semarang dan sekitarnya memicu banjir di jalur utama Jalur Pantura antara Semarang–Demak pada Rabu, 22 Oktober 2025.
Genangan air hingga setinggi paha orang dewasa mengakibatkan kendaraan berat dan roda dua terhenti berjam-jam.
Kondisi ini menyebabkan kemacetan panjang yang berdampak luas terhadap aktivitas warga dan arus logistik.
Artikel ini akan membahas kronologi kejadian, kondisi terdampak, penyebab utama banjir, dampak terhadap pengguna jalan dan warga setempat, serta langkah penanganan yang perlu dipertimbangkan.
Jalur Pantura
Banjir kali ini bermula dari hujan deras yang berlangsung sejak Selasa (21/10) hingga Rabu dini hari, sehingga sistem drainase tidak mampu menampung debit air yang meningkat secara cepat.
Akibatnya, delapan titik jalan raya dan permukiman di Kota Semarang tercatat tergenang antara 10 cm hingga 60 cm.
Pada jalur Pantura antara Semarang dan Demak, antrean kendaraan bahkan terpantau hingga belasan kilometer melalui aplikasi pemantau lalu lintas.
Sopir truk tronton menyebut bahwa mereka terjebak hingga lebih dari 6 jam karena air menggenang dan kendaraan tidak bisa bergerak.
Bagi pengguna sepeda motor, kondisi menjadi lebih kritis: tinggi air mencapai paha orang dewasa, sehingga banyak motor mogok atau pengendara terpaksa menuntun motor mereka.
Di beberapa titik industri dan permukiman, ketinggian air mencapai 40–90 cm, yang tentu saja menghambat mobilitas dan keselamatan.
Menurut penjelasan dari pihak kepolisian setempat, penyebab utama genangan adalah curah hujan tinggi yang berkelanjutan dan ketidakmampuan sistem drainase dan saluran pembuangan untuk menampung aliran air.
Selain itu, luapan sungai dan sumbatan karena sampah juga memperparah kondisi sehingga air sulit mengalir ke saluran utama.
Macet Panjang
Saat sistem drainase lumpuh, jalan raya yang sejatinya untuk mobilitas menjadi titik persoalan utama kemacetan dan gangguan aktivitas.
Kemacetan panjang di jalur Pantura membuat penggunaan bahan bakar meningkat karena mesin banyak kendaraan mati agar hemat.
Warga di sekitar permukiman yang terdampak juga mengalami terganggunya aktivitas sehari-hari: akses menuju tempat kerja tertutup, layanan kesehatan sulit dijangkau, banyak motor diparkir karena tak bisa lewat.
Dampak ekonomi dan mobilitas menjadi terasa dalam skala luas karena arus logistik tersendat dan warga tak bisa bergerak dengan bebas.
Menghadapi kondisi seperti ini, penting bagi pemerintah kota dan pihak terkait untuk segera memperkuat sistem drainase di titik‐titik rawan banjir, membersihkan saluran air dari sampah, dan melakukan pemetaan jalur alternatif saat terjadi genangan.
Selain itu, pengguna jalan sebaiknya memantau kondisi cuaca dan lalu lintas sebelum melintasi Jalur Pantura Semarang–Demak, serta menyiapkan rute cadangan bila perlu.
Kesiapan mendahului musibah dan respons cepat dapat meminimalisir kemacetan dan dampak terhadap warga.
Banjir yang melanda jalur utama Pantura antara Semarang dan Demak bukan hanya sekadar masalah genangan air. Namun telah memicu kemacetan panjang, gangguan mobilitas, dan kerugian sosial ekonomi yang nyata.
Dengan pemahaman terhadap kronologi, kondisi lapangan, penyebab, dampak, serta langkah yang perlu ada pengambilan, harapannya pihak berwenang dan masyarakat dapat bersinergi. Yakni untuk mencegah dan merespons kondisi serupa di masa depan.
Mobilitas yang lancar dan lingkungan yang aman bukan hanya harapan, tetapi tanggung jawab bersama.






