Surakarta,diswaysolo.id – Pembangunan satuan pelayanan pemenuhan gizi (SPPG) di kawasan perumahan elite di Kelurahan Banyuanyar, Sumber, Kota Solo, memicu reaksi penolakan dari warga sekitar.
Tanpa pemberitahuan terlebih dahulu, pihak yayasan yang bekerja sama dengan Badan Gizi Nasional (BGN) mulai melakukan persiapan pembangunan dapur MBG (Makan Bergizi Gratis).
Tuduhan utama warga: tidak ada koordinasi, izin, maupun konsultasi sebelum proyek mulai. Mereka menyebut bahwa pembangunan tersebut akhirnya dihentikan sementara menyusul penolakan warga.
Simak ulasan selengkapnya berikut ini sampai akhir agar kamu tidak ketinggalan informasi selengkapnya ya!
Pembangunan Dapur SPPG
Pihak yayasan mengajukan lokasi bekas rental mobil di kawasan perumahan untuk dijadikan dapur SPPG Padjadjaran Utara III, setelah mendapatkan persetujuan dari BGN.
Proses pembangunan rencana selesai dalam waktu 45 hari. Namun warga baru mengetahui proyek itu ketika spanduk pembangunan muncul dan bangunan mulai berdiri.
Mereka mengklaim tidak pernah menerima informasi apapun sebelumnya, seperti notifikasi atau sosialisasi proyek.
Menurut Winarno, PIC Satgas MBG Kota Solo, seharusnya proses pendirian fasilitas seperti ini melibatkan konsultasi dan koordinasi dengan Satgas setempat dan warga di sekitar lokasi.
Karena tidak ada pemberitahuan itu, warga merasa “tidak diuwongke” (tidak dihargai), khususnya karena lokasi pembangunan berada berdempetan dengan rumah-rumah warga.
Warga berpendapat bahwa pembangunan tanpa izin bangunan (IMB atau dokumen serupa) dan tanpa persetujuan lingkungan adalah pelanggaran prosedur.
Mereka meminta agar pihak yayasan melengkapi izin-izin tersebut sebelum melanjutkan proyek.
Sebagai kompromi sementara, pembangunan berhenti. Winarno menyebut bahwa “win‑win solution” telah ada pembahasan, warga akan melunak jika syarat izin terpenuhi.
Anggap Langgar Etika
Kasus ini mencerminkan dilema antara kepentingan publik (penyediaan fasilitas gizi) dan hak warga atas lingkungan yang tertib, aman, dan dengan prosedur hukum terpenuhi.
Meskipun tujuan yayasan dan BGN sebagai upaya pelayanan sosial, masyarakat beranggapan metode pelaksanaannya melanggar etika partisipasi warga.
Implikasi lainnya: jika proyek publik tanpa transparansi, kepercayaan masyarakat terhadap lembaga atau yayasan bisa tergerus.
Pembangunan fasilitas di zona perumahan harus memperhatikan aspek tata ruang, lingkungan sekitar, dan regulasi lokal.
Penolakan warga perumahan elite Sumber terhadap pembangunan dapur SPPG menyoroti pentingnya prosedur dan komunikasi dalam proyek publik di lingkungan pemukiman.
Meskipun niat untuk menyajikan makanan bergizi gratis dapat bernilai sosial tinggi, pelaksanaannya harus lewat jalur yang sah: izin bangunan, konsultasi warga, dan transparansi dari awal.
Ke depan, pihak yayasan dan lembaga pemerintah perlu memperkuat mekanisme partisipasi masyarakat agar proyek berjalan lancar dan mendapat dukungan publik.
Transformasi kebijakan semacam ini akan meningkatkan legitimasi dan keberlanjutan fasilitas publik di tengah lingkungan pemukiman elite.






