Klaten  

Jejak Suroso: Bapa Legendaris dari Klaten yang Mengubah Mode Wanita Jawa

Klaten,diswaysolo.id – Di era 1970-an hingga 1980-an, nama Kutang Suroso melekat di ingatan banyak perempuan Jawa sebagai pakaian dalam yang sederhana namun fungsional.

Di balik kemasyhuran itu, berdiri sosok Suroso — seorang penjahit biasa yang berhasil menciptakan produk lokal ikonik yang mendapat penerimaan dari pasar luas.

Artikel ini menggali kisah hidup Suroso, perjuangannya, dan kontribusinya terhadap dunia mode lokal di mata mereka yang pernah bekerja bersamanya.

Berikut ulasan selengkapnya mengenai bapa legendaris dari Klaten dalam mengubah mode wanita jawa.

Jejak Suroso 

Sebelum terkenal melalui produknya, Suroso memulai sebagai penjahit pakaian sehari-hari seperti gamis, jas, dan baju.

Sekitar tahun 1960-an, Suroso mulai merambah produksi kutang yang khusus untuk wanita lansia.

Produksi kutang ini kemudian berkembang pesat dan terkenal secara luas di Jawa dan bahkan wilayah di luar Jawa.

Lokasi produksi utama berada di Juwiring, Klaten—tempat yang kemudian menjadi pusat pengrajin kutang tersebut.

Nama “Suroso” tetap dipakai sebagai merek sepanjang perjalanan usahanya, tanpa berganti merek.

Produk kutangnya juga dikirim ke pasar-pasar besar, seperti pasar Klewer di Solo, dan sempat mencapai daerah seperti Palembang.

Menurut karyawan lama, Suroso dikenal sebagai sosok yang murah hati. Contohnya, ketika seorang karyawan ingin membangun rumah pada tahun 1980, ia meminjamkan uang sebesar Rp 3 juta tanpa syarat.

Dia juga dikenal mendirikan usaha sampingan, seperti usaha bus malam. Dalam puncaknya, jumlah tenaga kerja di usahanya pernah mencapai ratusan orang, menangani berbagai tahap produksi seperti pemotongan kain, menjahit, penyelesaian, dan pengerjaan akhir.

Seiring waktu, produksi kutang Suroso menurun drastis. Hanya tersisa beberapa orang yang masih menggarap bagian pemotongan dan menjahit di rumah tinggal.

Baca Juga:  Menjelajahi River Tubing Terbaru Wisata New Rivermoon Klaten, Daerah Seribu Mata Air

Selain itu, generasi baru dan tren pakaian dalam modern menciptakan persaingan yang sulit bagi produk tradisional seperti kutang Suroso.

Meninggal usia 70 tahun

Suroso meninggal dunia sekitar tahun 2007 pada usia sekitar 70 tahun. Meskipun usahanya tidak lagi sebesar dahulu, warisannya tetap hidup melalui kenangan karyawan dan konsumen yang merasakan kenyamanan produknya.

Kutang Suroso bukan sekadar pakaian dalam; ia menjadi simbol inovasi lokal dan kebanggaan produksi rumahan Jawa.

Kisah Suroso dan kutang buatannya mengajarkan kita bahwa sebuah inovasi sederhana bisa melekat kuat dalam budaya dan sejarah.

Dari meja jahit kecil hingga menjadi legenda mode lokal, Suroso menunjukkan bahwa produk lokal bisa punya nilai estetis dan nilai sosial.

Di tengah dominasi merek besar dan tren fast fashion, kutang Suroso tetap menjadi saksi bahwa karya tangan dan perhatian pada detail mampu menciptakan identitas tersendiri dalam dunia mode Indonesia.