Monumen Gesang di Solo Safari Terlantar, Tak Ada Perawatan

Surakarta,diswaysolo.id – Monumen Gesang, yang dibangun untuk mengenang maestro keroncong legendaris Indonesia, Gesang Martohartono, kini berada dalam kondisi memprihatinkan.

Terletak di dalam kawasan Solo Safari (dulu Taman Satwa Taru Jurug), monumen tersebut tampak tak terawat dan tidak mendapatkan perhatian sebagaimana layaknya sebuah situs penghormatan budaya.

Hal ini menuai kekecewaan mendalam dari pihak keluarga Gesang, yang merasa warisan sang seniman besar sedang terabaikan.

Simak ulasan selengkapnya berikut ini agar kamu tidak ketinggalan informasinya ya!

Monumen GesangĀ 

Kekecewaan itu terungkap oleh Yani Effendi, keponakan Gesang, yang menyayangkan kondisi monumen tersebut.

Menurutnya, monumen yang dulu berdiri megah dengan panggung, tribun, gazebo, dan papan informasi dalam dua bahasa (Indonesia dan Jepang), kini hanya menyisakan patung Gesang yang seklilingnya rumput liar dan tidak terurus.

Monumen ini pembangunannya pada era 1990-an sebagai bentuk penghargaan terhadap Gesang dari seorang warga Jepang bernama Hirano Widodo, yang sangat mengagumi karya-karya seniman keroncong tersebut.

Selain sebagai simbol kenangan, tempat ini juga pernah menjadi lokasi pertunjukan musik keroncong yang rutin untuk masyarakat.

Namun, sejak kawasan TSTJ ada perubahan menjadi Solo Safari dan pengeloanya oleh pihak swasta, perhatian terhadap Monumen Gesang semakin berkurang.

Keluarga menilai bahwa pelestarian budaya lokal tampaknya tidak menjadi bagian dari prioritas pengelola baru.

Hal ini membuat keluarga merasa jasa Gesang kurang ada harganya, padahal beliau merupakan tokoh penting dalam sejarah musik Indonesia.

Lebih jauh, Yani menyatakan bahwa pihak keluarga tidak pernah ada pelibatan atau berkomunikasi terkait masa depan monumen tersebut.

Mereka pun mengusulkan agar monumen pindah ke lokasi yang lebih representatif, seperti taman terbuka di selatan Jembatan Jurug, jika memang keberadaannya di Solo Safari yang tidak sesuai lagi.

Baca Juga:  Pilihan Hotel dengan Pemandangan Menarik di Solo, Nomor 4 Dekat Ngarsopuro Night Market

Jadi Simbol Apresiasi

Monumen Gesang sejatinya bukan hanya tempat mengenang sosok seorang seniman, tetapi juga simbol apresiasi terhadap kebudayaan Indonesia, khususnya musik keroncong yang pernah berjaya dan membawa nama bangsa ke tingkat internasional.

Ketidakpedulian terhadap monumen ini mencerminkan lemahnya perhatian terhadap pelestarian seni dan budaya lokal.

Bila tidak segera tertangani, khawatirnya warisan seperti ini akan semakin terpinggirkan dan terlupakan oleh generasi muda.

Keluarga besar Gesang berharap ada tindakan konkret dari pemerintah kota Solo maupun pengelola Solo Safari. Hal itu untuk menata kembali monumen tersebut, atau bahkan memindahkannya ke lokasi yang lebih tepat dan mudah terakses publik.

Langkah ini bukan hanya bentuk penghormatan terhadap jasa Gesang, tetapi juga bagian dari upaya menjaga identitas budaya bangsa.

Penghargaan terhadap seniman seharusnya tidak berhenti pada patung atau prasasti semata, melainkan juga melalui perawatan dan pelestarian nilai-nilai yang mereka wariskan.