Klaten,diswaysolo.id – Festival Candi Kembar di Klaten kembali mencuri sorotan ketika pemerintah desa Bugisan bersama Pemkab Klaten menyelenggarakan edisi ke‑6.
Acara budaya ini tidak sekadar hiburan, melainkan upaya nyata mempertahankan identitas lokal dan menarik kunjungan wisatawan.
Dengan harapan agar festival ini bisa masuk kalender wisata nasional, para penyelenggara berupaya menyajikan kreasi baru, paket wisata, dan panggung seni yang memikat.
Yuk simak ulasan selengkapnya berikut ini agar kamu tidak ketinggalan informasinya!
Warisan Lokal
Festival Candi Kembar pertama kali diinisiasi pada tahun 2016 di Desa Bugisan, Kecamatan Prambanan, Klaten.
Desa ini memanfaatkan keberadaan Candi Plaosan—yang dikenal juga sebagai “candi kembar”—sebagai pusat aktivitas budaya dan pariwisata.
Seiring waktu, festival berkembang dari acara lokal menjadi panggung seni yang melibatkan masyarakat luas dan seniman dari berbagai daerah.
Tema yang diusung tahun ini, “Merangkai Warisan, Membangun Peradaban”, mencerminkan semangat menjaga tradisi sekaligus membangun citra masa depan.
Festival Candi Kembar ke‑6 digelar di pelataran Candi Plaosan, Desa Bugisan, dengan dukungan kuat dari Pemdes dan Pemkab Klaten.
Acara dimulai dengan kirab gunungan—arak-arakan delapan gunungan berisi hasil bumi dan produk UMKM warga dari Candi Sewu menuju Candi Plaosan.
Setiap RW (Rukun Warga) menampilkan gunungan dan kontingen seni masing-masing.
Pertunjukan Seni Tradisional
Selain kirab, festival menampilkan ragam pertunjukan seni tradisional: sendratari, tari daerah, karawitan, dan kreasi lokal lain.
Panitia juga membuka stan UMKM yang memamerkan kuliner lokal, kerajinan tangan, serta produk khas masyarakat Bugisan.
Ketua panitia Joko Purwanto menyatakan bahwa pihaknya menargetkan agar festival ini tidak hanya “kota kecil”, melainkan bisa diangkat menjadi agenda nasional.
Untuk mencapai itu, panitia merancang tari kreasi khas, paket wisata berbasis Candi Plaosan, dan identitas seni yang khas.
Selain itu, pihak penyelenggara juga mencari “paten” untuk elemen seni seperti sendratari agar memiliki kekhasan.
Pemerintah daerah juga memberi dukungan. Bupati Klaten Hamenang Wajar Ismoyo menyambut baik festival ini dan berharap gotong royong masyarakat ikut menyukseskan.
Sinergi antarstakeholder dianggap kunci agar usulan ke kementerian bisa diterima.
Festival ini tidak hanya menjadi wadah ekspresi budaya, tetapi juga mendorong ekonomi lokal. UMKM lokal mendapat platform untuk menjual produk mereka, dan wisatawan yang datang berpotensi memicu konsumsi di desa.
Lewat festival, masyarakat muda diajak mengenal seni tradisional agar kelestarian budaya tidak hilang dengan zaman.
Pengalaman festival juga mempromosikan Desa Bugisan sebagai desa wisata—bukan sekedar tempat untuk dikunjungi sesaat, melainkan lokasi yang punya daya tarik budaya, sejarah, dan kreativitas warga.
Festival Candi Kembar Klaten bukan sekadar acara tahunan. Ia mewakili harapan dan upaya bersama untuk mempertahankan akar budaya sekaligus membuka peluang baru di dunia pariwisata.
Dengan kirab gunungan penuh makna, pertunjukan seni khas, dan strategi yang matang untuk naik ke level nasional, festival ini bisa menjadi magnet budaya Jawa Tengah yang diperhitungkan di skala nasional.
Bila dukungan terus tumbuh dan kreativitas terus dikembangkan, bukan tidak mungkin Festival Candi Kembar akan mengenalkan keunikan Bugisan dan Candi Plaosan ke seluruh Nusantara — sekaligus menggerakkan ekonomi lokal lewat budaya.