Klaten,diswaysolo.id – Desa Ponggok, Klaten, Jawa Tengah, kini menjadi sorotan nasional karena berhasil mentransformasi diri dari desa yang kurang berkembang menjadi desa yang mandiri dan sejahtera.
Keberhasilan ini tidak terjadi dalam semalam, melainkan melalui serangkaian upaya sistematis.
Mulai dari pemanfaatan potensi lokal, pembentukan badan usaha desa, hingga kolaborasi aktif antara pihak desa, pemerintah, dan masyarakat.
Artikel ini mengeksplorasi bagaimana Ponggok mampu menjadi inspirasi pembangunan desa, faktor-faktor kunci di balik kesuksesan, dan pelajaran yang bisa diambil desa-desa lain di Indonesia.
Model Kemandirian
Ponggok memiliki aset alam berupa mata air (umbul) yang selama ini hanya dinikmati sebagian warga. Desa memetakan sumber daya alam dan potensi ekonomi sejak awal kepemimpinan kepala desa.
Dari situ, warga dan pihak desa melihat peluang di sektor wisata air. Tak hanya alam, masyarakat Ponggok juga membangun potensi pada usaha pertanian, peternakan, dan usaha kecil lainnya melalui BUMDes.
BUMDes Tirta Mandiri di Ponggok tumbuh dari usaha kecil menjadi unit usaha yang menghasilkan miliaran rupiah tiap tahunnya.
Pemerintah desa mengelola badan usaha ini secara profesional dan transparan, termasuk dalam laporan keuangan yang akuntabel, sehingga masyarakat mempercayai dan mau ikut terlibat.
Dalam praktiknya, BUMDes mengelola beberapa usaha: wisata umbul, toko desa, kuliner, homestay, rental, bahkan produk-produk desa unggulan lainnya. Diversifikasi usaha ini memastikan pendapatan tidak tergantung satu sektor.
Ponggok memanfaatkan teknologi informasi dan media sosial untuk mempromosikan potensi wisata dan produk lokal.
Akun-akun media sosial desa dan generasi muda sangat aktif menarik perhatian wisatawan dan investor.
Kolaborasi antara desa, pemerintah kabupaten, lembaga swadaya masyarakat, dan akademisi juga memainkan peran penting.
Mereka membantu dalam pemetaan potensi, pelatihan bagi masyarakat, serta dukungan modal dan pemasaran produk lokal.
Pendapatan warga Ponggok naik signifikan. Sebelumnya penghasilan rata-rata sekitar satu sektor, sekarang warga memiliki penghasilan dari berbagai usaha.
Contoh konkret: usaha perikanan menghasilkan puluhan ton per hari, dan penghasilan warga meningkat dari sekitar Rp 600.000 per bulan menjadi lebih dari Rp 2.000.000.
Aset desa (melalui BUMDes) pun meningkat drastis. Dari modal awal yang relatif kecil, saat ini aset desa telah mencapai skala puluhan miliar rupiah.
Selain ekonomi, dampaknya juga terlihat pada kesempatan pendidikan—misalnya program Satu Rumah Satu Sarjana yang memberi beasiswa kepada pemuda desa sehingga mereka dapat menguasai keahlian dan kembali memberi kontribusi kepada desa.
Desa Ponggok membuktikan bahwa kemandirian desa bukan sekadar jargon, melainkan hasil akumulasi perencanaan matang, partisipasi masyarakat, transparansi, dan pemanfaatan teknologi.
Kesuksesan Ponggok menjadi pelajaran penting bahwa desa memiliki kekuatan bila memaksimalkan potensi lokal dan bekerja bersama semua pihak.
Desa-desa lain dapat mengambil inspirasi dari Ponggok: mulai dari pemetaan potensi, penguatan BUMDes, hingga kolaborasi antar stakeholder.
Dengan pendekatan itu, kesejahteraan dan kemajuan desa bukanlah mimpi jauh, melainkan tujuan yang bisa tercapai.