Surakarta,diswaysolo.id – Ratusan mahasiswa dari berbagai kampus di Solo Raya berkumpul di Bundaran Gladak pada Sabtu sore (30/8/2025) untuk menggelar aksi simpati atas meninggalnya pengemudi ojek online (ojol), Affan Kurniawan.
Aksi ini bukan aksi protes melawan, melainkan seruan damai yang mengekspresikan belasungkawa dan harapan agar tragedi serupa tak terulang.
Mereka memulai dengan salat ghaib berjamaah dalam suasana hening dan penuh hormat.
Rangkaian lanjutannya—yakni orasi reflektif, nyala lilin, doa bersama, serta tabur bunga—merupakan simbol kuat kesetiakawanan dan kepekaan generasi muda terhadap peristiwa yang menyentuh nurani kolektif.
Salat Ghaib
Pada Sabtu sore, ratusan mahasiswa dari UNS Solo, UIN RM Said, Unisri Solo, dan perguruan tinggi lainnya di Solo Raya berkumpul di Bundaran Gladak sekitar pukul 15.30 WIB.
Mereka tiba sambil membawa spanduk dan poster berisi kecaman terhadap tindakan represif dan seruan keadilan bagi Affan Kurniawan—driver ojol yang meninggal setelah terlindas kendaraan taktis Brimob di Jakarta.
Rangkaian aksi dimulai dengan salat ghaib berjamaah untuk Affan, berlangsung khidmat dan hening di tengah keramaian kota Solo.
Setelah itu, orasi menggema dari para peserta yang didominasi oleh perwakilan BEM.
Mereka mengutuk tindakan otoriter yang dilakukan aparat, sekaligus menyerukan reformasi institusi kepolisian agar lebih manusiawi dan menghormati hak asasi.
Suasana haru merambat ketika lilin-lilin dinyalakan satu per satu sebagai lambang harapan dan perenungan.
Doa bersama pun dilaksanakan secara tulus, dipimpin oleh salah seorang peserta. Ritual ini membuat atmosfer di Bundaran Gladak terasa sakral, meski di tengah ruang publik.
Puncaknya, mahasiswa melakukan tabur bunga mawar secara bergantian di pusat aksi. Taburan ini menjadi simbol penghormatan terakhir kepada Affan.
sekaligus cerminan duka mendalam atas kematiannya yang membangunkan kesadaran masyarakat atas ketidakadilan.
Koordinator Lapangan, Muhammad Faiz Zuhdi, Ketua BEM UNS, menekankan bahwa aksi ini adalah bentuk cinta terhadap bangsa: “Hari ini kita melembutkan hati masyarakat Solo melalui doa dan solidaritas” .
Faiz juga menyampaikan kecaman terhadap represifitas Polri dan menuntut agar institusi tersebut segera membenahi prosedur dan sikapnya agar kejadian serupa tidak terulang.
Mereka menutup aksi damai dengan tegas namun santun: menyampaikan bela sungkawa atas Affan, menolak represifitas, dan menuntut reformasi kepolisian.
Harapan mereka adalah agar Solo menjadi episentrum perdamaian yang menyuarakan cinta dan reformasi, bukan kekerasan.
Keseluruhan aksi berlangsung tertib. Mahasiswa secara bergantian menyampaikan orasi, mengikuti salat, menabur bunga, hingga membubarkan diri dengan damai.
Aksi ini menjadi bukti bahwa semangat solidaritas dapat bangkit dari ketenangan dan do’a, bukan dari kekerasan dan konflik.
Aksi salat ghaib dan tabur bunga untuk Affan Kurniawan di Solo bukan hanya bentuk duka, tapi juga panggilan moral bagi institusi negara untuk introspeksi.
Dari Bundaran Gladak, mahasiswa Solo Raya menyalakan lilin harapan: reformasi, keadilan, dan kemanusiaan.
Semoga ini menjadi awal perubahan, bukan hanya di media sosial, tapi juga dalam praktik nyata pemerintahan dan aparat.






