Tegal,diswaysolo.id – Seorang siswa kelas 12 MAN Kota Tegal, berinisial P, diduga menganiaya adik kelasnya, RM (kelas 11), di dalam kamar mandi sekolah pada Kamis pagi, 7 Agustus 2025.
Aksi kekerasan itu pemicunya oleh rasa cemburu terhadap mantan pacar yang sekarang dekat dengan korban, sehingga memicu tindakan brutal yang meninggalkan luka serius.
Usai mengetahui kejadian, pihak sekolah langsung memanggil kedua orang tua dan menyiapkan mediasi damai demi menyelesaikan persoalan secara kekeluargaan.
Selain itu, sekolah mengambil langkah tegas dengan menyarankan agar pelaku kembali ke orang tuanya dan melanjutkan pendidikan di sekolah lain.
Korban Sekap di Kamar Mand
Insiden bermula saat jam istirahat pada pukul 09.30 WIB. P mencari RM yang tidak berada di kelas, lalu bertemu di kantin.
P menyeret korban ke kamar mandi sekolah, kemudian mengunci pintu dan menyekap RM di dalam.
Tanpa basa-basi, pelaku mencengkram leher korban dengan tangan kiri dan memukuli wajahnya dengan tangan kanan.
Akibat serangan tersebut, RM mengalami luka memar di wajah, bibir robek, serta dua gigi goyang—hingga hampir copot.
Trauma dan ketakutan membuat korban bahkan mengompol di celana. Setelah melancarkan aksinya, P meninggalkan korban di dalam kamar mandi.
Guru BK MAN Kota Tegal, Sri Rejeki, menyatakan bahwa motif penganiayaan berakar dari “cemburu buta” pelaku.
Mantan kekasih P kini menjalin asmara dengan korban RM, memicu rasa sakit hati yang berujung kekerasan.
Korban kemudian melapor kepada guru BK, yang segera menindaklanjuti dengan memanggil pelaku. Beberapa saat setelah itu, datang pula RM dan menyampaikan kronologi secara langsung kepada pihak guru BK.
Dalam pertemuan selanjutnya, pihak sekolah mengundang orang tua korban dan pelaku untuk melakukan konfrontasi damai.
Orang tua pelaku menyampaikan permintaan maaf dan bersedia menanggung biaya pengobatan korban. Sebagai tindakan tegas, pihak sekolah “mengembalikan” P ke orang tuanya dan menyarankan agar pelaku melanjutkan pendidikan di sekolah lain.
Istilah “dikeluarkan” sengaja dihindari, demi menjamin pelaku tetap mendapatkan pendidikan—meski dari lingkungan berbeda.
Kasus ini mencuat sebagai sinyal penting agar pihak sekolah memperkuat peran layanan Bimbingan Konseling (BK), terutama dalam mengatasi konflik remaja dan manajemen emosi.
Koordinator BK, Sri Rejeki, menegaskan sekolah terbuka membantu siswa menghadapi masalah pribadi—karena tidak semua berekspresi negatif saat lini BK tak tersedia.
Kasus penganiayaan di MAN Kota Tegal ini menyadarkan kita bahwa dinamika emosional remaja—apabila tidak dikelola sehat—bisa berujung pada tindakan kekerasan.
Sekolah, keluarga, dan pihak terkait perlu bekerja sama lebih erat dalam penguatan pendidikan karakter dan pengendalian diri.






