Pemerintah Larang Pengibaran Bendera One Piece, Ada yang Beranggapan Ekspresi, Bukan Makar

Jakarta,diswaysolo.id – Fenomena viral pengibaran bendera fiksi One Piece, khususnya bendera bajak laut Jolly Roger, berbarengan dengan pengibaran Bendera Merah Putih menjelang Hari Ulang Tahun Republik Indonesia ke‑80 memicu kontroversi nasional.

Pemerintah merespons keras tindakan pengibaran bendera ini, menilainya bisa melanggar hukum, bahkan berpotensi sebagai makar.

Meski demikian, sejumlah pihak menilai pengibaran itu sebagai bentuk kreativitas dan ekspresi fandom, bukan ancaman terhadap integritas negara.

Artikel ini akan membahasnya lebih lanjut mengenai pengibaran bendera One Piece sebagai bentuk ekspresi. Simak ulasannya sampai akhir ya!

Dasar Hukum & Aturan yang Berlaku

Pemerintah menyikapi pengibaran bendera One Piece sebagai pelanggaran hukum karena pengibaran bendera asing atau simbol fiksi sejajar atau di bawah Red-and-White flag dianggap mencederai martabat simbol nasional.

Menko Polhukam Budi Gunawan menyatakan bahwa tindakan tersebut melanggar Undang‑Undang Nomor 24 Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara serta Lagu Kebangsaan, yang melarang pengibaran Bendera Negara di bawah lambang apa pun. 

Sementara itu, Menteri HAM Natalius Pigai menegaskan bahwa negara berhak melarang pengibaran itu karena bisa ditafsirkan sebagai bentuk makar.

Ia menyebut bahwa pelarangan ini didukung norma internasional terkait stabilitas nasional dan kedaulatan negara.

Menurut KUHP, delik makar mensyaratkan niat untuk menggulingkan pemerintahan atau memisahkan sebagian wilayah negara (Pasal 106 dan 107 KUHP).

Dalam hal bendera One Piece, pemerintah berpendapat bahwa simbol tersebut bisa ada salah arti sebagai perlawanan terhadap negara.

Sehingga masuk dalam kategori makar apabila berpotensi memengaruhi stabilitas nasional.

Namun, hingga kini belum ada kasus yang menunjukkan pengibar bendera One Piece secara hukum telah ada tuntutan dengan pasal makar.

Menko Polhukam Budi Gunawan menyebut aksi tersebut sebagai provokasi yang melemahkan penghormatan terhadap perjuangan bangsa dan tidak relevan secara historis.

Baca Juga:  Ragam Macam Oleh-oleh Khas Sukoharjo 2025, Ada Apa Saja?

Bukan Ancaman NKRI

Sedangkan Titiek Soeharto, sebagai Wakil Ketua Dewan Pembina Partai Gerindra menyatakan bahwa pengibaran bendera One Piece bukan ancaman bagi NKRI dan lebih pantas sebagai euforia fandom semata.

Bagi banyak penggemar, pengibaran bendera tersebut sekadar simbol solidaritas dan identitas komunitas, tanpa maksud melecehkan simbol negara.

Mereka melihatnya sebagai kreativitas, bukan protes politik. Namun, pemerintah mendesak agar ekspresi itu tetap menghormati aturan hukum dan simbol kenegaraan.

Kejadian ini menjadi tonggak penting untuk menimbang ulang batas kreativitas publik dalam konteks simbol nasional.

Jika ekspresi budaya pop terlalu dekat dengan momen kenegaraan, pemerintah menilai hal tersebut bisa mengaburkan makna historis dan filosofis simbol negara.

Di sisi lain, pembelajaran literasi hukum dan digital menjadi lebih urgen agar masyarakat memahami konsekuensi tindakan simbolik publik.

Pengibaran bendera One Piece saat peringatan kemerdekaan mencerminkan pergeseran nilai ekspresi publik yang semakin menggabungkan simbol budaya pop dengan kebanggaan nasional.

Namun pemerintah telah memberi batas jelas: ekspresi itu tidak boleh mencederai simbol negara atau bersanding secara fisik dengan Bendera Merah Putih dalam konteks upacara kenegaraan.

Walau kreativitas generasi muda, batas hukum tetap tegas. Masyarakat selayaknya mengenali nilai historis simbol nasional dan menekan diri agar ekspresi budaya tidak bertabrakan dengan norma hukum dan simbolisme kebangsaan.