Daerah  

Mengenal Kebaya Labuh: Warisan Melayu Lingga‑Riau

Riau,diswaysolo.id – Sejak zaman Kerajaan Lingga‑Riau, perempuan Melayu Lingga telah memakai kebaya labuh sebagai pakaian sehari‑hari maupun dalam upacara adat.

Kebaya labuh berkembang dari warisan budaya istana, bertahan hingga kini sebagai simbol identitas dan keanggunan Melayu yang khas.

Kini kebaya labuh tak hanya menjadi busana tradisional, tapi pengakuan UNESCO menjadikannya sebagai Warisan Budaya Tak Benda Indonesia dari Riau.

Pemerintah Kabupaten Lingga aktif mempromosikan kebaya ini, termasuk lewat edaran resmi agar pegawai perempuan memakai kebaya labuh setiap Jumat minggu terakhir tiap bulan.

Jejak Sejarah Kebaya Labuh

Kebaya labuh telah eksis sejak era Lingga‑Riau dan erat dengan praktik budaya Melayu istana. Istilah “labuh” mengacu pada panjangnya kain yang menjuntai hingga selutut atau di bawah lutut.

Kata kebaya berasal dari istilah Turki “Al‑Akibia al‑Turkiyya”, menggambarkan baju berbelahan diagonal di bagian depan. 

Pada masa lalu, Bangsawan mengenakan kebaya ini dan kemudian menyebar ke masyarakat umum, menjadi busana harian perempuan Melayu.

Potongan kebaya labuh bersifat longgar, diperkaya dengan kekek (tambahan kain segitiga di bawah ketiak) dan pesak (potongan kain di bagian depan) untuk kenyamanan bergerak.

Ketiganya memperkuat estetika dan fungsi pakaian tersebut. Padanan rok dengan kain batik atau songket, lengkap dengan bros kerongsang dan selendang, serta tudung lingkup sebagai penutup aurat.

Secara filosofis, warna pada kebaya membawa makna: hijau lumut melambangkan kesetiaan, merah darah untuk keberanian, kuning keemasan menunjukkan kebesaran, dan hitam melambangkan kejujuran.

Sejak dahulu, kebaya labuh menjadi pilihan utama untuk upacara adat, pengantin tradisional, dan hari raya.

Dalam adat Melayu Lingga, pengantin perempuan mengenakan kebaya labuh sebagai simbol status dan keanggunan. Tudung lingkup atau selendang tambahan menambah kesan anggun dan penuh kesopanan.

Baca Juga:  Mantab! Pembiakan Kambing Pilihan Program Ketahanan Pangan Desa Pepedan

Keberadaannya kuat dalam kesenian lokal, seperti tari Persembahan Makan Sirih yang menampilkan busana tradisional Melayu sebagai bagian dari identitas budaya.

Pada Sidang ICH UNESCO ke‑19 di Asunción, Paraguay pada 4 Desember 2024, kebaya labuh resmi dicatat sebagai Warisan Budaya Tak Benda bersama lima negara ASEAN: Indonesia, Malaysia, Singapura, Brunei, dan Thailand.

Pemerintah Kabupaten Lingga pun menerapkan Surat Edaran resmi yang mewajibkan ASN wanita memakai kebaya labuh setiap Jumat terakhir setiap bulan.

Mereka juga menggelar lomba fashion show kebaya di Dabo Singkep untuk menggalang minat masyarakat. 

Kini pemakaian kebaya labuh tak hanya dalam acara adat — ia menjadi inspirasi tren modest fashion modern.

Banyak desainer menghadirkan varian kebaya ini yang cocok dipakai anak muda dalam acara formal atau santai, tetap mempertahankan gaya panjang, longgar, dan elegan. 

Kebaya labuh juga mulai populer dalam kegiatan komunitas budaya di sekolah, kampus, dan event fesyen lokal di Kepulauan Riau.

Kebaya labuh bukan sekadar busana tradisional — ia bagian integral dari identitas dan sejarah Melayu Lingga‑Riau. Dengan desain elegan dan filosofi yang kuat, kebaya ini berhasil melewati batas waktu dan generasi.

Melalui pengakuan UNESCO dan dukungan pemerintah daerah, kebaya labuh terus lestari sebagai warisan budaya yang hidup, simbol kebanggaan Melayu, serta inspirasi busana masa kini yang anggun dan bermakna.