JAKARTA, diswaysolo.id – Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 2021 membuka peluang bagi negara untuk merebut kembali tanah yang dinilai terlantar.
Kebijakan ini bertujuan mengoptimalkan pemanfaatan lahan agar tidak terbengkalai dan mengurangi potensi konflik agraria.
Artikel ini menganalisis pemilik tanah mana saja yang berpotensi terkena dampak kebijakan tersebut.
Kami juga menguraikan jenis hak atas tanah, proses administratif hingga pengambilalihan oleh negara, serta cara agar tanah Anda tetap aman dan terhindar dari pengambilan paksa.
Jenis Hak atas Tanah yang Berisiko
Berdasarkan PP 20/2021, hak atas tanah yang bisa masuk kategori sebagai “telantar” dan akan ada pengambilalihan dari negara termasuk:
-
Hak Guna Bangunan (HGB), Hak Guna Usaha (HGU), Hak Pakai, dan Hak Pengelolaan (HPL)
-
Termasuk tanah berdasarkan penguasaan
Sedangkan Hak Milik (SHM) pada rumah warisan atau tanah pribadi tidak memiliki jangka waktu pemanfaatan dan bebas dari risiko ini
Menurut Permen ATR/BPN dan PP 20/2021, prosesnya meliputi:
-
Inventarisasi tanah tanpa aktivitas (evaluasi oleh BPN dan instansi terkait)
-
Peringatan tertulis hingga tiga kali dalam jangka total sekitar 587 hari (~1,6 tahun)
-
Jika tetap tidak ada pengelolaan , tanah tetap sebagai “tanah telantar” dan hak pencabutan resmi
-
Akhirnya masuk ke status Tanah Cadangan Untuk Negara (TCUN) dan akan diberikan ke negara
Pemerintah menyebutkan, dari sekitar 55,9 juta hektare tanah bersertifikat dan terpetakan, 1,4 juta hektare saat ini berstatus tanah terlantar.
Hak Milik (SHM), termasuk tanah warisan, tidak memiliki jangka waktu pemanfaatan. Karena itu, hak ini tidak dapat ada klaim negara meskipun penggunaannya tidak aktif .
Pemilik tanah SHM aman selama masih memegang sertifikat dan tidak terbukti telah melepaskan.
Agar tanah Anda aman dari status telantar, ini anjurannya:
-
Mengusahakan atau memelihara tanah, seperti menanam pohon atau membuat sekadar pagar bambu
-
Membangun struktur sederhana, jika belum berniat untuk proyek jangka panjang
-
Membersihkan lahan dari sampah atau semak secara berkala
-
Merespon surat peringatan dengan bukti aktivitas atau rencana penggunaan
Pemilik tetap memiliki hak hukum melalui Pengadilan Tata Usaha Negara (TUN) untuk membatalkan keputusan penetapan tanah sebagai telantar.
Namun, prosesnya memerlukan dokumen dan kajian yang solid—sehingga tindakan preventif jauh lebih disarankan.
Peraturan PP 20/2021 menegaskan bahwa kelompok berisiko adalah pemegang HGB, HGU, HPL, dan hak serupa yang tidak dimanfaatkan selama ±2 tahun tanpa tanggapan administrasi.
Sementara pemegang Hak Milik (SHM) tidak akan terkena dampak. Kunci utamanya adalah: jangan biarkan tanah Anda kosong tanpa aktivitas administratif dan fisik.
Dengan merawat, mengelola, serta aktif merespon surat dari BPN, Anda bisa memastikan tanah tetap menjadi aset yang aman dan bermanfaat.






