Setelah itu, korban masuk ke grup yang berisi satu korban asli dan empat akun palsu (aktor) yang menggunakan foto polisi, tentara, wanita atau pria menarik.
Grup ini dikendalikan oleh mentor untuk membangun kepercayaan. Korban kemudian melakukan top up lanjutan sebesar Rp380 ribu hingga jutaan rupiah (1,6–7 juta). Pada tahap akhir, korban diminta untuk top up Rp15–18 juta dan tetap dikenakan pajak tambahan.
Ketika korban ingin menarik dana, hanya Rp1 juta yang dapat dicairkan. Jika mencoba menarik Rp10 juta, akan muncul alasan “kesalahan VIP” dan korban diminta untuk membayar tambahan Rp16–18 juta.
Apabila saldo korban besar, misalnya Rp50 juta, maka akan diminta untuk membayar hingga Rp100 juta guna memperbaiki sistem VIP.
“Agar tidak tertipu, jika di-add ke grup, lebih baik chat secara pribadi dengan orang yang ada di dalam grup itu untuk mengajak spam, agar grupnya hilang. Selain itu, jangan tergiur dengan uang instan, seperti pendapatan instan, itu tidak ada.
Kita harus berusaha terlebih dahulu baru mendapatkan hasil. Jika mendapatkan link-link mencurigakan, jangan dibuka, lebih baik ditinggalkan, blokir saja,” jelasnya.
Penipuan ini biasanya dilakukan melalui Telegram dengan metode yang sangat halus. Nomor yang digunakan pun adalah nomor Indonesia, sehingga sulit dikenali.
“Jangan percaya. Khususnya untuk ibu-ibu dan mahasiswa, mahasiswa sangat mudah tertipu dan ibu-ibu rumah tangga juga mudah. Jangan percaya,” ujarnya.
“Jika ragu, lebih baik browsing. Kita cari tahu di internet. Cari tahu apa itu TikTok Mall? Pasti akan muncul bahwa itu penipuan. Akun ini, pasti akan muncul bahwa itu akun penipuan. Dan scam ini sudah lama. Jika sudah masuk uang, kita tidak akan bisa kembali,” katanya.






