Setelah melewati portal imigrasi Kamboja, ia menyadari bahwa ia tidak dapat lagi menghubungi wanita tersebut. Dari situ, transaksi dimulai. Puspa dibawa ke pasar oleh orang yang berbeda. Ia melihat seorang pria Tiongkok memberikan uang kepada orang yang membawanya.
Setelah itu, Puspa dibawa ke sebuah gedung apartemen dan dimasukkan ke dalam sebuah ruangan yang berisi sekitar 45 pria yang bekerja dengan komputer.
Ia merasa bingung dan bertanya kepada salah satu orang di sana. “Sebenarnya kita kerja apa di sini?” Dia menjawab, “Kita bekerja sebagai scammer atau penipu online,” jelasnya.
Baca juga: Sheila On 7 Akan Hadir di JVWF 2025 Yogyakarta
Puspa merasa sangat asing. Ia hanya lulusan SMP dan tidak akrab dengan komputer. Di sinilah perjalanan pahitnya dimulai. Untuk bertahan hidup, tidak ada pilihan lain selain menjadi scammer.
Kisah Tragis Seorang Perempuan Pencari Kerja
Menurut Puspa, scammer adalah pelaku penipuan online yang dilakukan di luar Indonesia. Pemiliknya adalah orang Tiongkok, berkantor di Kamboja, mempekerjakan orang Indonesia, dan menargetkan korban dari Indonesia.
“Kamu harus menipu banyak orang Indonesia. Kamu tidak akan bisa dipenjara. Dan jika kamu tidak bisa menipu, kamu akan merasakan denda atau hukuman. Begitu yang mereka katakan,” ujarnya.
Puspa bekerja dalam sistem tim yang terdiri dari CS, resepsionis, dan mentor. Pemimpin akan membagikan link kepada resepsionis dan CS. CS akan mengolah, menawarkan iklan dan segala hal, serta memberikan komisi awal sebesar Rp18.000 atau Rp22.000.
Para korban diarahkan untuk mengunduh aplikasi dari Google (bukan Play Store), lalu diminta untuk melakukan top up secara bertahap: Rp110 ribu, Rp160–180 ribu, dan seterusnya. Korban dijanjikan bisa menarik dana dengan bimbingan dari admin yang tampak profesional.






