Rencana Pengadaan Chromebook: Kelam Sebelum Pelantikan

JAKARTA, diswaysolo.id – Pengungkapan Kejaksaan Agung bahwa pengadaan 1,1 juta unit laptop Chromebook telah direncanakan sejak Agustus 2019 mengejutkan publik.

Fakta itu muncul sebelum Nadiem Makarim resmi menjabat sebagai Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek).

Grup WhatsApp rahasia bernama “Mas Menteri Core Team”, yang beranggotakan Jurist Tan, Fiona Handayani, dan Nadiem sendiri, menjadi medium diskusi awal mengenai rencana digitalisasi pendidikan dengan perangkat Chrome OS .

Dua bulan setelah diskusi awal itu, tepat Nadim menjadi Menteri pada Oktober 2019, dan Jurist Tan sebagai Stafsus sejak Desember menjadi ujung tombak perumusan teknis pengadaan.

Rencana Pengadaan Chromebook

Pembentukan grup “Mas Menteri Core Team” terjadi pada Agustus 2019. Tiga individu, yakni Nadiem, Jurist Tan, dan Fiona, secara eksklusif membahas rencana pengadaan Chromebook untuk digitalisasi pendidikan bila Nadiem menjadi menteri.

Nadiem menunjuk Jurist Tan pada Desember 2019 untuk memimpin pembahasan teknis bersama Pusat Studi Pendidikan dan Kebijakan (PSPK), yang menghasilkan dukungan formal terhadap Chrome OS dalam spesifikasi teknis pengadaan.

Jurist pun menginisiasi kontrak dengan Ibrahim Arief sebagai konsultan internal untuk menyusun pedoman teknis dan tender.

Dalam rapat virtual Mei 2020, Nadiem memerintahkan pemakaian khusus sistem Chrome OS. Dia hadir bersama Jurist Tan, Sri Wahyuningsih, Mulatsyah, dan Ibrahim Arief untuk memastikan pelaksanaan pengadaan sesuai agendanya.

Nadiem menjelaskan bahwa Chromebook 10–30% lebih murah dan menggunakan sistem operasi gratis, berbeda dari Windows atau macOS yang menambah biaya lisensi hingga Rp 1,5–2,5 juta per unit.

Kajian tersebut menjadi dasar logis proyek, termasuk audit dari BPKP dan pengawalan Jamdatun Kejagung.

APBN dan DAK mengalokasikan sekitar Rp 9,3 triliun untuk proyek ini, menghasilkan 1,2 juta unit Chromebook di 77.000 sekolah.

Baca Juga:  Konflik Pajak Daerah di Pati: Kajian atas Respons Masyarakat

Akan tetapi, uji coba di daerah 3T menunjukkan konektivitas terbatas, menimbulkan tanda tanya terhadap efektivitas implementasi massal.

Kejagung mulai penyidikan sejak Mei 2025. Mereka mengatakan terdapat dugaan korupsi lewat manipulasi spesifikasi teknis dan pengaruh internal yang melanggar prosedur pengadaan publik.

Penyidik sudah memeriksa Nadiem dua kali sebagai saksi, tetapi belum menjadi tersangka karena butuh alat bukti tambahan komprehensif .

Dalam konferensi pers, Nadiem bersama Hotman Paris menegaskan, melakukan pelaksanaan proyek secara transparan, melalui e‑katalog LKPP dan pendampingan BPKP serta Kejagung.

Ia juga menjelaskan telah menggunakan 90% unit di daerah yang membutuhkan, bukan yang minim akses internet.

Kasus ini mengungkapkan dilema antara inisiatif digitalisasi dan tata kelola yang sehat. Berawal dari grup privat sebelum pelantikan, proyek ini kemudian berjalan di bawah prosedur resmi.

Namun, pertanyaan mendasar tetap: apakah persiapan rencana yang dilakukan sebelum jabatan resmi mencederai prinsip transparansi? Penyidikan Kejagung akan terus menyelidiki alur pengaruh internal dan penggunaan dana publik triliunan rupiah.

Masyarakat pun menanti kepastian hukum yang tegas untuk menjaga kepercayaan pada pengadaan publik dan digitalisasi pendidikan.