JAKARTA,diswaysolo.id – Kejaksaan Agung (Kejagung) telah menetapkan pengusaha Mohammad Riza Chalid sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang PT Pertamina, subholding, serta kontraktor kerja sama (KKKS) periode 2018–2023.
Penetapan ini membuka babak baru dalam penyidikan dugaan kerugian negara yang telah membengkak hingga Rp 285 triliun.
Riza Chalid menjadi tambahan penting dalam daftar panjang tersangka korupsi minyak mentah. Sebelumnya, sang anak, Muhammad Kerry Andrianto Riza, juga sudah menjadi tersangka.
Kini total tersangka sudah mencapai 18 orang yang melibatkan pejabat internal Pertamina dan pihak swasta.
Nama‑Nama Tersangka
Kejagung mengumumkan 18 tersangka dalam kasus ini. Sebagian besar berasal dari jajaran direksi Pertamina seperti:
-
Riva Siahaan, sebagai Dirut Pertamina Patra Niaga
-
Sani Dinar Saifuddin, sebagai Direktur Feedstock & Produktivitas Kilang
-
Yoki Firnandi, sebagai Dirut Pertamina International Shipping
-
Agus Purwono (VP Feedstock Management), Maya Kusmaya (Direktur Niaga), Edward Corne (VP Trading Ops)
Sementara dari pihak swasta terdapat Muhammad Kerry Adrianto Riza, Dimas Werhaspati, Gading Ramadhan Joedo, dan Riza Chalid sendiri sebagai beneficial owner PT Navigator dan PT Orbit Terminal Merak
Abdul Qohar, Direktur Penyidikan Jampidsus Kejagung, menyatakan bahwa Riza Chalid bekerjasama bersama sejumlah tersangka lain seperti HB, AN, dan GRJ untuk memanipulasi kebijakan penyewaan terminal BBM Merak—padahal saat itu Pertamina belum membutuhkan kapasitas tambahan.
Skema tersebut melawan hukum karena mengintervensi tata kelola BUMN dan menetapkan harga kontrak yang berlebihan.
Riza Chalid mangkir panggilan pemeriksaan sebanyak tiga kali berturut‑turut, menurut Kejagung. Penyidik menyimpulkan bahwa saat ini ia berada di Singapura dan belumada penahanan karena belum berhasil hadir.
Kejaksaan telah giat menjalin kerjasama dengan Kejaksaan Singapura untuk proses pemanggilan dan pemulangan tersangka.
Kejagung mengungkapkan bahwa perbuatan para tersangka menyebabkan kerugian negara yang mencapai Rp 285.017.731.964.389, meningkat signifikan dari estimasi awal Rp 193,7 triliun.
Angka ini mencakup dampak terhadap keuangan dan ekonomi nasional, termasuk biaya impor minyak yang tidak perlu serta kompensasi dan subsidi yang membengkak.
Penggeledahan di rumah dan kantor Riza Chalid di kawasan Kebayoran Baru dan Plaza Asia menemukan sejumlah barang bukti penting. Di antaranya 89 bundel dokumen, uang tunai senilai Rp 883 juta, mata uang asing USD dan Singapura, serta beberapa CPU komputer.
Rumah tersebut juga pernah sebagai kantor untuk tiga tersangka broker termasuk anaknya Kerry dan lainnya.
Jadi Sorotan Publik
Penetapan kasus ini memicu sorotan publik terhadap tata kelola sumber daya nasional. Banyak pihak menuntut agar pihak berwajib melakukan penyidikan secara transparan dan profesional, karena melibatkan nama besar dan jumlah kerugian yang sangat besar.
Kejaksaan Agung berjanji akan melanjutkan penyidikan secara mendalam. Termasuk melakukan penghitungan final kerugian. Selain itu menelusuri aliran dana tersebut yang diduga melibatkan jaringan lebih luas.
Publik pun menanti keputusan hukum yang cepat dan akuntabel untuk menjaga kepercayaan terhadap penegakan hukum di Indonesia.
Kasus korupsi minyak mentah PT Pertamina ini menjadi salah satu skandal terbesar dalam sejarah Indonesia dan menyoroti pentingnya tata kelola yang bersih dalam industri strategis.
Dengan semakin banyaknya tersangka, termasuk Riza Chalid sebagai sosok berpengaruh, publik berharap seluruh proses hukum berjalan tanpa hambatan dan mengungkap tuntas akar permasalahan.
Semoga kasus ini membuka babak baru dalam perjuangan transparansi dan integritas di sektor energi nasional.






