MK Menetapkan Pemilu Nasional dan Daerah Dipisahkan, Ini Ulasan Pakar Hukum Tata Negara UNS

MK Menetapkan Pemilu Nasional dan Daerah Dipisahkan
Guru Besar Ilmu Hukum Tata Negara UNS Solo, Sunny Ummul Firdaus.MK menetapkan Pemilu nasional dan daerah. Foto: Istimewa/Humas UNS

diswaysolo.id – Keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang mengubah skema Pemilihan Umum (Pemilu) mulai tahun 2029 dengan memberikan jeda dua hingga 2,5 tahun antara pemilu nasional dan pemilu harus dipatuhi oleh penyelenggara pemilu, termasuk anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). MK menetapkan pemilu.

Pernyataan tersebut disampaikan oleh Guru Besar Ilmu Hukum Tata Negara Universitas Sebelas Maret (UNS) Solo, Sunny Ummul Firdaus, saat diwawancarai oleh wartawan pada hari Kamis, 3 Juli 2025.

Sunny menegaskan bahwa DPR sebagai lembaga pembuat regulasi memiliki tanggung jawab untuk segera melaksanakan putusan tersebut dengan merevisi undang-undang yang relevan.

“Keputusan MK itu bersifat final dan mengikat, tidak ada upaya hukum lain. Yang harus melaksanakan tentu saja adalah anggota dewan. Keputusan dari MK ini bukan sekadar wacana normatif, tetapi harus dilaksanakan,” ujarnya.

Baca Juga:  Pakar dari UMS Menjelaskan Masalah Banjir yang Terjadi di Underpass Joglo Solo

MK Menetapkan Pemilu Nasional dan Daerah Dipisahkan

Sebagaimana diketahui, Keputusan MK Nomor 135/PUU-XXII/2024 dikeluarkan sebagai respons terhadap uji materi yang diajukan oleh Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem).

Yang menyatakan bahwa model pemilu serentak yang konstitusional mulai tahun 2029 adalah dengan memisahkan pemilihan umum untuk tingkat nasional (Presiden/Wakil Presiden, DPR, DPD) dari pemilihan kepala daerah (Pilkada).

MK mempertimbangkan bahwa pemilu serentak yang selama ini diterapkan memberikan waktu yang terbatas bagi masyarakat untuk menilai calon.

Selain itu, model tersebut juga dianggap berimplikasi pada pelemahan partai politik dalam mempersiapkan kadernya untuk menghadapi kontestasi pemilu.

Menurut Sunny, tantangan utama setelah putusan ini terletak pada proses legislasi. DPR perlu melakukan revisi besar-besaran terhadap dua undang-undang penting, yaitu Undang-Undang Pemilu dan Undang-Undang Pilkada.

“Ini adalah tantangan yang dihadapi. DPR harus merevisi UU Pemilu dan UU Pilkada. Revisi ini akan menimbulkan kompleksitas dalam regulasi dan perubahan sistem,” jelasnya.