Kampus tidak semata-mata sebagai menara gading ilmu pengetahuan
BEM UMS mendesak kepolisian untuk segera melakukan evaluasi menyeluruh terhadap mekanisme penanganan kasus kekerasan seksual, dengan mengutamakan keselamatan dan pemulihan korban.
Selain itu, Naufal juga menuntut keterlibatan aktif Pemerintah Daerah untuk menjamin pemulihan menyeluruh korban.
Baik dari sisi psikologis, medis, maupun akses pendidikan.
Menurutnya Langkah advokasi ini, mencerminkan peran strategis kampus sebagai bagian dari gerakan masyarakat sipil. “Kampus, dalam hal ini Universitas Muhammadiyah Surakarta.
Baca juga: Fasilitas Taman Kota Sragen dalam Keadaan Buruk, Tidak Layak untuk Anak-anak
Tidak semata-mata menara gading ilmu pengetahuan, melainkan sebagai ruang etis-politik yang hidup yang mampu merespons penderitaan rakyat dan menjadi motor advokasi,” jelasnya.
Gerakan mahasiswa dari kampus Muhammadiyah ini, lanjut Naufal, menghidupkan kembali semangat amar makruf nahi mungkar dalam konteks sosial modern.
“Mahasiswa tidak hanya belajar pada ruang kelas, tetapi juga membuktikan bahwa ilmu yang kita miliki harus teraktualisasi dalam keberpihakan kepada korban.
Terutama anak dan perempuan, yang merupakan kelompok paling rentan dalam struktur masyarakat,” tegas Naufal.
Muhammad Naufal menegaskan komitmen jangka panjang BEM UMS dalam mengawal proses hukum.
Membangun kesadaran publik, dan bekerja sama dengan berbagai lembaga sosial serta organisasi advokasi untuk memastikan keadilan kita tegakkan.
Ia juga menyerukan kepada seluruh elemen masyarakat untuk menciptakan lingkungan yang aman bagi perempuan dan anak.
Serta tidak membiarkan kasus-kasus serupa tenggelam tanpa pengawalan dan tekanan publik.
“Mahasiswa tidak boleh hanya menjadi penonton. Kami hadir untuk menyuarakan yang lemah, dan memastikan keadilan ditegakkan,” tutup Muhammad Naufal.






