Gelombang Panas Ekstrem Terjang Jepang, Menelan Lima Korban Jiwa

JAKARTA,diswaysolo.id –  Gelombang panas ekstrem kembali menghantam Jepang, meski negara tersebut masih berada di pertengahan musim hujan. Suhu tinggi yang mencatat hampir 40 derajat Celsius menelan korban jiwa.

Kondisi ini mendorong Badan Meteorologi Jepang (JMA) untuk mengeluarkan peringatan darurat di lebih dari separuh wilayah negara terkait panas ekstrem.

Imbauan kepada masyarakat untuk tetap berada di ruangan sejuk, memperbanyak asupan cairan, serta menghindari aktivitas fisik di luar ruangan pada siang hari karena gelombang panas ekstrem ini.

Lonjakan suhu ini menjadi pengingat nyata akan dampak serius perubahan iklim panas ekstrem yang kini merasakan secara global.

Suhu mendekati 40°C mengguncang Jepang di tengah musim hujan

Bencana panas ekstrem yang tengah melanda Jepang telah menewaskan lima orang dan menyebabkan 226 lainnya menjalani perawatan medis di berbagai rumah sakit.

Para korban sebagian besar merupakan warga lanjut usia yang berada dalam ruangan tanpa sistem pendingin saat suhu melonjak drastis.

Heatstroke menjadi penyebab utama kematian, terutama karena tubuh gagal mengatur suhu internal secara efektif.Badan Meteorologi Jepang mencatat suhu ekstrem di sejumlah wilayah, termasuk Tokyo, Chichibu, dan Shizuoka.

Di beberapa titik, termometer menunjukkan suhu mendekati 40° C—rekor tertinggi sejak mulai melakukan pencatatan suhu. Bahkan di Shizuoka, suhu harian menyentuh angka tertinggi dalam sejarah pengukuran lokal.

Respon pemerintah dan lembaga kesehatan berlangsung cepat. Otoritas di Tokyo membuka pos pendingin darurat di ruang publik dan menyediakan fasilitas semprotan air (misting station) untuk warga.

Petugas menyebarkan informasi secara aktif melalui media sosial dan televisi, dengan menekankan pentingnya hidrasi, pemakaian kipas atau AC, dan pantauan berkala terhadap orang tua yang tinggal sendiri.

Baca Juga:  Cara Bikin Twibbon MPLS 2025 Gratis untuk TK–SMA

Kondisi ini menjadi alarm bagi kelompok rentan, seperti lansia, anak-anak, dan individu dengan gangguan kesehatan kronis.

Di ibu kota saja, tenujab sejumlah lansia tidak sadarkan diri di dalam rumah mereka sendiri. Para dokter menegaskan pentingnya kesadaran kolektif untuk melindungi kelompok ini dari dampak suhu ekstrem.

Di sisi lain, gelombang panas ini kembali memicu perdebatan mengenai perubahan iklim. Para ahli klimatologi memperingatkan bahwa peristiwa seperti ini akan menjadi lebih sering dan lebih mematikan.

Jepang, dengan populasi lansia yang besar, menghadapi tantangan serius untuk menyesuaikan infrastruktur dan sistem peringatan dini agar mampu merespons krisis semacam ini.

Masyarakat tidak boleh meremehkan gejala awal heatstroke seperti pusing, mual, keringat berlebih, dan kram otot.

Pemerintah menyarankan agar warga tetap berada di tempat teduh, menghindari paparan sinar matahari langsung, dan segera mencari bantuan medis jika mengalami gejala tersebut.

Warga juga diimbau untuk memantau tetangga, terutama yang tinggal sendirian.Jepang menghadapi gelombang panas yang tak hanya memecahkan rekor suhu, tetapi juga menelan korban jiwa.

Peristiwa ini memperlihatkan betapa gentingnya situasi iklim saat ini. Perubahan pola cuaca, suhu ekstrem, dan tingginya populasi rentan menuntut kesigapan masyarakat dan pemerintah.

Langkah preventif harus dijalankan bersama, agar lebih banyak nyawa bisa terselamatkan dalam kejadian serupa di masa depan.