Jenang Sekawan, Kuliner Tradisional Asal Solo yang Kaya Akan Makna Filosofis

Jenang Sekawan menjadi kuliner tradisional yang menggugah selera dan memiliki banyak makna filosofinya.
Jenang Sekawan menjadi kuliner tradisional yang menggugah selera dan memiliki banyak makna filosofinya.

diswaysolo.id – Solo dikenal sebagai kota yang kaya akan kuliner tradisional, dan salah satu yang paling istimewa adalah Jenang Sekawan. Jenang ini tidak hanya menjadi sajian yang menggugah selera tetapi juga mengandung makna filosofis mendalam dalam budaya Jawa. Jenang ini sering disajikan dalam berbagai acara adat maupun keagamaan, menjadikannya simbol kebersamaan dan doa.

Jenang Sekawan berasal dari nama “Sekawan” yang berarti “berempat” dalam bahasa Jawa merujuk pada empat jenis jenang yang disajikan bersama dalam satu wadah. Keempat jenis jenang ini biasanya adalah jenang sumsum, jenang abang (merah), jenang putih, dan jenang hijau. Masing-masing warna jenang memiliki arti simbolis. Misalnya, jenang merah melambangkan keberanian, jenang putih melambangkan kesucian, jenang hijau melambangkan kesuburan, dan jenang sumsum sebagai pelengkap menggambarkan kekuatan atau inti kehidupan.

Jenang Sekawan dibuat dari bahan dasar sederhana seperti tepung beras, santan, gula merah, dan pewarna alami dari daun pandan atau daun suji. Proses pembuatannya membutuhkan kesabaran, karena setiap jenis jenang harus dimasak terpisah hingga teksturnya halus dan kental. Saat disajikan, keempat jenang ini ditata sedemikian rupa sehingga membentuk kombinasi warna yang menarik, memberikan kesan estetika tersendiri.

Cita rasa Jenang Sekawan sangat khas, perpaduan antara manis, gurih, dan aroma pandan yang harum. Jenang sumsum memiliki tekstur lembut dengan rasa gurih yang berasal dari santan, sedangkan jenang merah dan hijau memberikan rasa manis yang kaya berkat penggunaan gula merah alami. Kombinasi rasa ini membuat Jenang ini tidak hanya lezat tetapi juga memuaskan bagi siapa saja yang mencicipinya.

Relevan di era modern

Sebagai bagian dari tradisi, Jenang Sekawan kerap dihidangkan dalam berbagai acara penting seperti selamatan, pernikahan, atau syukuran. Hidangan ini melambangkan harapan untuk kehidupan yang harmonis dan penuh berkah. Dalam tradisi Jawa, menyajikan jenang juga sering dianggap sebagai bentuk ungkapan rasa syukur kepada Tuhan atas nikmat yang telah diberikan.

Baca Juga:  Kereta Pusaka Berusia Seabad Kembali Beroperasi, Antarkan PB XIII ke Tempat Peristirahatan Terakhir

Meski tergolong sebagai makanan tradisional, Jenang Sekawan tetap relevan di era modern. Banyak penjual jenang di Solo yang menawarkan Jenang Sekawan sebagai kudapan sehari-hari. Mereka biasanya menjajakan jenang ini di pasar tradisional atau warung kecil, membuatnya mudah diakses oleh masyarakat luas. Harganya yang terjangkau juga menjadi salah satu alasan mengapa jenang ini masih populer hingga kini.

Selain itu, beberapa pelaku usaha kuliner mulai mengemas Jenang Sekawan dalam bentuk modern untuk menarik minat generasi muda. Ada yang menjualnya dalam kemasan cup praktis, sehingga bisa dijadikan oleh-oleh khas Solo. Upaya ini tidak hanya mempertahankan eksistensi jenang sebagai makanan tradisional tetapi juga memperkenalkannya kepada pasar yang lebih luas.

Keunikan Jenang Sekawan tidak hanya pada rasanya tetapi juga pada nilai budayanya. Jenang ini menjadi salah satu simbol kearifan lokal masyarakat Solo yang mengutamakan harmoni, kebersamaan, dan keberagaman. Dengan mengonsumsi Jenang Sekawan, seseorang juga ikut melestarikan warisan budaya yang kaya akan makna.

Namun, tantangan tetap ada dalam melestarikan kuliner tradisional seperti Jenang Sekawan. Generasi muda cenderung lebih mengenal makanan modern, sehingga diperlukan edukasi dan promosi lebih lanjut tentang pentingnya menjaga tradisi ini. Festival kuliner atau acara budaya di Solo sering menjadi wadah untuk memperkenalkan Jenang Sekawan kepada khalayak yang lebih luas.

Jenang Sekawan ini bukan hanya soal rasa, tetapi juga menyampaikan pesan tentang filosofi hidup yang penuh makna.