Yuk, Saksikan Tradisi Gunungan Sekaten di Surakarta

Tradisi Gunungan Sekaten adalah salah satu perayaan budaya yang kaya akan nilai sejarah dan spiritualitas.
Tradisi Gunungan Sekaten adalah salah satu perayaan budaya yang kaya akan nilai sejarah dan spiritualitas.

diswaysolo.id – Tradisi Gunungan Sekaten di Surakarta adalah salah satu perayaan budaya yang kaya akan nilai sejarah dan spiritualitas. Diadakan setiap tahun untuk memperingati kelahiran Nabi Muhammad SAW, tradisi ini merupakan bagian dari rangkaian upacara Sekaten yang diselenggarakan di Keraton Kasunanan Surakarta. Gunungan Sekaten berwujud tumpukan hasil bumi yang dihias sedemikian rupa hingga membentuk menara atau “gunungan.”

Tradisi Gunungan Sekanten ini melambangkan kesejahteraan dan kemakmuran yang diharapkan dapat tercapai bagi seluruh masyarakat. Biasanya, gunungan terdiri dari hasil bumi seperti padi, sayuran, cabai, serta berbagai makanan tradisional.

Semua bahan ini dirangkai dengan rapi sehingga menciptakan bentuk gunungan yang indah dan megah. Setiap elemen yang disusun memiliki arti dan filosofi yang terkait dengan harapan kesejahteraan dan keharmonisan hidup.

Tradisi Gunungan Sekanten ini dimulai dengan prosesi dari dalam Keraton Surakarta menuju Masjid Agung Solo, di mana gunungan dibawa dengan arak-arakan yang megah. Para abdi dalem, atau pengawal keraton, mengenakan pakaian adat Jawa, lengkap dengan keris dan atribut kebesaran lainnya. Prosesi ini menciptakan suasana yang khusyuk dan penuh makna, karena setiap langkahnya mengandung doa dan harapan baik bagi seluruh masyarakat Solo.

Setelah Tradisi Gunungan Sekanten tiba di Masjid Agung Solo, prosesi dilanjutkan dengan doa bersama. Doa ini dipimpin oleh pemuka agama yang mendoakan keselamatan, kesehatan, dan kesejahteraan bagi masyarakat Solo dan sekitarnya. Prosesi doa ini mencerminkan rasa syukur kepada Tuhan atas segala berkah yang telah diterima.

Bagi masyarakat Solo, momen ini menjadi waktu untuk merenungkan kembali nilai-nilai kehidupan, memanjatkan doa, dan berharap agar tahun yang akan datang membawa kebaikan yang lebih.

Dipercaya membawa berkah

Setelah prosesi doa selesai, gunungan kemudian dibagikan kepada masyarakat yang hadir di sekitar Masjid Agung Solo. Masyarakat akan berbondong-bondong mencoba mendapatkan bagian dari gunungan ini, yang dipercaya membawa berkah dan kemakmuran. Setiap orang yang berhasil mengambil bagian dari gunungan, baik itu buah, sayuran, atau padi, diyakini akan mendapatkan keberuntungan dan rezeki yang berlimpah sepanjang tahun.

Baca Juga:  Mengenal Lebih Dekat Tumurun Museum Private Solo, Mengintip Karya Seni Koleksi Keluarga Sritex

Perebutan gunungan adalah momen yang penuh semangat dan antusiasme merupakan bagian dari Tradisi Gunungan Sekanten, karena masyarakat percaya bahwa setiap bagian dari gunungan membawa keberuntungan. Banyak orang yang berdesakan untuk mendapatkan hasil bumi dari gunungan tersebut. Perebutan ini bukan hanya tentang mendapatkan bahan pangan, tetapi lebih sebagai simbol harapan akan keberkahan dan keberlimpahan hidup.

Gunungan Sekaten tidak hanya memiliki nilai spiritual, tetapi juga budaya dan sosial yang kuat. Tradisi ini memperlihatkan kekayaan budaya Jawa yang masih dipertahankan hingga saat ini. Melalui tradisi ini, masyarakat dapat mengenal lebih dalam tentang nilai-nilai kearifan lokal yang telah diwariskan oleh nenek moyang. Selain itu, Tradisi Gunungan Sekaten menjadi ajang bagi masyarakat untuk saling berinteraksi dan mempererat hubungan sosial, yang merupakan salah satu nilai luhur dari budaya Jawa.

Selain sebagai upacara spiritual dan budaya, Tradisi Gunungan Sekaten juga memiliki nilai ekonomi. Banyak pedagang yang datang ke sekitar lokasi acara untuk berjualan, mulai dari makanan tradisional, suvenir, hingga pakaian adat. Hal ini memberikan peluang ekonomi bagi warga sekitar, terutama bagi mereka yang mengandalkan penghasilan dari sektor pariwisata dan perdagangan kecil.

Tradisi Gunungan Sekaten tidak hanya menjadi perayaan simbolis, tetapi juga sebagai pengingat pentingnya menjaga harmoni dengan alam, rasa syukur, serta pelestarian budaya bagi generasi mendatang.