BOYOLALI, diswaysolo.id – Pada Rabu, 17 April 2024, warga yang tinggal di lereng Gunung Merapi, tepatnya di Desa Sruni Kecamatan Musuk, Boyolali, melaksanakan tradisi mengarak sapi keliling desa.
Tradisi yang dikenal dengan sebutan badan sapi ini diadakan setiap hari kedelapan bulan Syawal, bertepatan dengan perayaan lebaran ketupat, dan berlangsung dengan penuh kemeriahan. Acara dimulai dengan gunungan hasil bumi dan berbagai pertunjukan seni, diikuti oleh ratusan sapi yang kemudian diberi makan ketupat setelah diarak.
Kegiatan ini berlangsung di sepanjang jalan desa dan dihadiri oleh seluruh masyarakat Desa Sruni, yang sebagian besar, sekitar 99 persen, berprofesi sebagai petani sapi perah.
Dalam artikel ini, kami akan membahas lebih dalam mengenai tradisi unik warga Desa Sruni Musuk Boyolali, sebagai salah satu budaya yang terus dilestarikan. Mari kita simak dan baca hingga tuntas!
Untuk memeriahkan Lebaran Sapi
Salah satu tokoh masyarakat di Desa Sruni, Jaman, menjelaskan bahwa tradisi bakdan sapi telah dilaksanakan secara turun-temurun dan diikuti oleh sekitar 300 ekor sapi.
“Tujuan dari tradisi ini adalah untuk memperkuat persatuan dan kesatuan, mengingat mayoritas penduduk di sini, yaitu 98 persen, adalah petani dan peternak sapi, khususnya sapi perah,” ujarnya kepada wartawan pada Rabu pagi, 17 April 2024.
Jaman menambahkan, kegiatan ini dimulai dengan tradisi kupatan yang dilakukan oleh warga desa. Setelah itu, para petani sapi mengeluarkan sapi-sapi mereka untuk dimandikan, diberi wewangian, dan dikalungi ketupat, sebelum diarak keliling kampung untuk bertemu dengan sapi-sapi lainnya.
“Pada pagi harinya, warga melaksanakan tradisi kenduri, setelah itu mereka mengeluarkan hewan ke jalan utama kampung.
Proses dimulai dengan memandikan sapi, memberikan wewangian, dan mengalungkan ketupat di lehernya, kemudian dilanjutkan dengan arak-arakan keliling kampung,” jelasnya.
Jaman menambahkan bahwa tradisi arak-arakan sapi ini berfungsi sebagai sarana silaturahmi antar warga sekaligus merayakan lebaran sapi.
“Tradisi ini adalah ungkapan rasa syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas rezeki yang diberikan melalui hewan sapi, karena sebagian besar warga di lereng Merapi bergantung pada sapi untuk kehidupan mereka,” ujarnya.
Di sisi lain, Darmaji, salah satu warga setempat, menyatakan bahwa arak-arakan ini merupakan tradisi yang diwariskan dari generasi ke generasi, dan generasi saat ini hanya melanjutkan tradisi tersebut. “Sebenarnya ini adalah warisan budaya, kita sebagai generasi muda hanya meneruskan,” katanya.
Demikianlah penjelasan mengenai tradisi unik warga desa Sruni Musuk Boyolali, salah satu budaya yang terus dilestarikan. Semoga informasi ini bermanfaat.






