BOYOLALI, diswaysolo.id - Sebelas Warga Binaan Pemasyarakatan (WBP) di Rumah Tahanan Negara (Rutan) Kelas IIB Boyolali mengikuti pelatihan merajut yang diadakan di aula Rutan pada Kamis, 23 Januari 2025.
Kegiatan ini bertujuan untuk memberikan keterampilan yang bermanfaat bagi mereka setelah keluar dari Rutan Boyolali.
Para WBP perempuan tersebut memulai dengan teori merajut dan dilanjutkan dengan praktik membuat dompet koin serta gantungan kunci berbentuk bunga, yang dipandu oleh Nanik Sugiyarti, seorang praktisi dari Kragilan, Mojosongo, Boyolali.
Nanik, yang berusia 34 tahun, mengungkapkan bahwa ia diundang oleh rekannya dari Fakultas Psikologi UMS untuk mengajarkan keterampilan ini.
Beberapa teknik yang diajarkan mencakup simpul dasar, tusuk rantai, dan tusuk tunggal, yang dianggapnya sebagai dasar penting bagi seorang perajut.
Artikel ini akan membahas tentang puluhan narapidana perempuan di Rutan Boyolali yang tengah belajar merajut. Sumber informasi diambil dari Solopos.com. Mari kita simak dan baca hingga selesai!
Kami mengajarkan dasar-dasar keterampilan ini hingga mereka benar-benar menguasainya, sehingga setelah kelas selesai, mereka dapat melanjutkan secara mandiri dan mengembangkan keterampilan tersebut menjadi produk seperti dompet, tas, dan lain-lain, ujar dia saat ditemui di tengah kegiatan.
Ia menambahkan bahwa kegiatan ini dapat dimanfaatkan oleh warga binaan setelah mereka keluar dari Rutan Boyolali sebagai sumber penghasilan.
Motif bunga dipilih dalam pelatihan ini karena bunga tersebut dapat dijadikan bros, gantungan kunci, dan untuk mempercantik penampilan.
"Manfaat dari merajut bagi warga binaan sangat banyak, salah satunya adalah melatih kesabaran. Selain itu, mereka juga dapat mengisi waktu luang sambil menghasilkan uang," jelasnya.
Salah satu warga binaan, Linda Yunitasari, mengungkapkan kebahagiaannya mengikuti pelatihan merajut. Ia mengaku sebelumnya tidak pernah bisa merajut.
Untuk belajar, ia harus melatih kesabaran dan ketelitian karena teknik tusukan dan simpul yang diajarkan cukup menantang baginya.
"Membuat dompet koin dan gantungan kunci itu memang ada tantangannya. Awalnya terasa rumit, tetapi setelah memahami caranya, ternyata menjadi lebih mudah," tuturnya.
Linda berharap keterampilan yang diperolehnya selama pelatihan ini dapat bermanfaat setelah ia keluar nanti. Kepala Rutan Kelas IIB Boyolali, Eko Bekti Susanto, menjelaskan bahwa pelatihan untuk warga binaan perempuan tidak hanya terbatas pada merajut, tetapi juga mencakup pembuatan makanan sushi dan lilin.
Ia berharap kegiatan pemberdayaan perempuan di Rutan Boyolali dapat memberikan bekal bagi mereka untuk mandiri setelah keluar.
Eko menambahkan bahwa kegiatan ini merupakan hasil kerja sama dengan pihak UMS sebagai upaya pemberdayaan warga binaan perempuan.
"Sebelumnya, kami sering melaksanakan kegiatan yang berkaitan dengan program psikologi, dan kami meminta adanya program pemberdayaan," jelas Eko.
Ia juga mengajak masyarakat dan para pengusaha untuk memberikan pelatihan kepada warga binaan di Rutan Boyolali. Dengan demikian, warga binaan dapat diberdayakan melalui pekerjaan yang memberikan mereka penghasilan.
Hal ini diharapkan dapat meningkatkan rasa percaya diri mereka. “Misalnya, jika suatu saat anak mereka datang ke sini dan meminta agar upahnya diserahkan kepada anaknya, itu akan menjadi hal yang luar biasa,” ujarnya.
Tidak hanya warga binaan perempuan yang diberdayakan, tetapi juga warga binaan laki-laki yang terlibat dalam kegiatan menanam kangkung, anggrek, dan beternak lele.
Eko menyampaikan bahwa saat ini terdapat total 299 WBP di Rutan Boyolali, yang terdiri dari 286 laki-laki dan 13 perempuan.
Demikianlah informasi mengenai puluhan narapidana perempuan di Rutan Boyolali yang sedang belajar keterampilan merajut. Semoga bermanfaat.