SRAGEN, diswaysolo.id - Tugu gading yang megah berdiri di Alun-alun Sasana Langen Putra Sragen. Terdapat sepuluh gading raksasa setinggi 5 meter, yang terbagi menjadi lima replika di sisi timur dan lima di sisi barat. Tugu ini merupakan replika dari gading gajah purba.
Tugu gading ini menjadi simbol identitas Kabupaten Sragen, yang dibangun pada masa kepemimpinan Bupati Kusdinar Untung Yuni Sukowati dan Dedy Endriyatno antara tahun 2015 hingga 2020.
Saat ini, tugu gading tersebut menarik perhatian publik setelah mantan Bupati Sragen, Agus Fatchur Rahman, menyampaikan pidato dalam acara syukuran kemenangan pasangan Sigit Pamungkas-Suroto (Sigit-Suroto).
Sebagai Bupati dan Wakil Bupati terpilih dalam Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2024, Agus dalam pidatonya yang cukup panjang meminta kepada Sigit-Suroto untuk memotong tugu gading di Alun-alun Sragen. Namun, Agus tidak memberikan penjelasan yang jelas mengenai alasan di balik permintaan pemotongan tersebut.
Artikel ini akan membahas filosofi mendalam yang terkandung dalam tugu gading Sragen, meskipun mantan Bupati Agus meminta agar tugu tersebut dipotong. Sumber: Solopos.com. Mari kita simak dan baca hingga akhir!
Berdasarkan hasil penelusuran, tugu gading gajah purba dibangun bersamaan dengan proyek penataan Alun-alun dan dijadikan sebagai simbol yang kuat bagi Bumi Sukowati.
Pembangunan tugu ini menggunakan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Perubahan 2018 dengan total anggaran sebesar Rp800 juta. Dalam pelaksanaannya, tugu gading raksasa tersebut dikerjakan dengan kontrak senilai Rp716,171 juta.
Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman (Disperkim) Sragen, yang dipimpin oleh Zubaidi pada saat itu, bertanggung jawab atas pelaksanaan anggaran tersebut. Zubaidi mengajukan anggaran sebesar Rp800 juta dalam APBD Perubahan 2018.
Menurut Zubaidi, pembangunan gading gajah ini berfungsi sebagai pelengkap yang diletakkan di belakang dua air mancur kembar yang dibangun pada masa pemerintahan Bupati Agus Fatchur Rahman-Daryanto.
Gading gajah purba dipilih karena menjadi simbol Sragen yang memiliki Situs Sangiran, yang diakui sebagai warisan budaya dunia.
Ikon gading gajah ini juga sejalan dengan ikon pemerintahan sebelumnya, yaitu tugu gading gajah yang terletak di pintu masuk Sragen dari arah selatan, tepatnya di Grompol, Desa Sidodadi, Kecamatan Masaran, yang dibangun pada masa Bupati Untung Wiyono.
Hal ini sejalan dengan penjelasan Bupati Sragen, Kusdinar Untung Yuni Sukowati, pada Senin, 20 Januari 2025. Yuni, sapaan akrabnya, menyatakan bahwa tugu gading ini merepresentasikan Sragen sebagai daerah yang kaya akan penemuan benda-benda purbakala, terutama fosil gading gajah purba.
Semua fosil yang ditemukan tersebut disimpan di Museum Sangiran, Kalijambe, Sragen, yang diakui oleh UNESCO sebagai warisan dunia.
"Fosil gading gajah banyak ditemukan di lokasi tersebut. Tugu gading ini juga diatur dalam Peraturan Bupati [Perbup] Sragen," jelas Yuni.
Seorang pejuang dari Sragendok, Sragen Wetan, Sragen, Lilik Mardiyanto, baru-baru ini menyaksikan pidato mantan Bupati Agus di YouTube. Ia berpendapat bahwa jika tidak dapat memberikan bantuan, sebaiknya tidak mengganggu, dan jika tidak mampu membangun, tidak perlu merusak.
Ia menekankan bahwa tugu gading yang didanai oleh rakyat seharusnya tidak dirusak. Lilik menyarankan agar ditambahkan ikon-ikon lain, sehingga Sragen semakin kaya akan simbol-simbolnya.
"Semakin banyak ikon yang ada, maka Sragen akan semakin mencerminkan kekayaan budayanya. Kita tidak boleh mengulangi kesalahan pembongkaran Monumen Perjuangan 1945 yang dulunya terletak di depan Gedung KNPI dan kini telah berubah menjadi Taman Krido Anggo Sragen.
Penghancuran Monumen Perjuangan 1945 menyimpan pesan sejarah yang penting bagi Sragen, yang dijelaskan dalam Peraturan Daerah (Perda) Hari Jadi Sragen," ungkap Lilik.
Ia menjelaskan bahwa sesuai dengan penjelasan mengenai Monumen Perjuangan 1945 yang tercantum dalam Perda Hari Jadi Sragen yang masih berlaku, monumen tersebut merupakan simbol perjuangan rakyat Sragen melawan penjajah yang saat itu berpusat di Pabrik Gula Modjo Sragen.
"Kakek saya adalah salah satu saksi dan pelaku dalam perjuangan tersebut. Terdapat relief di bawah monumen yang memperingati para pejuang yang gugur. Jika Monumen Perjuangan 1945 dihapus, mengapa peraturan daerahnya tidak dicabut?
Lebih baik peraturan tersebut dicabut untuk menghormati para penyusunnya dan para pelaku sejarah. Dengan demikian, hilangnya monumen tersebut tidak akan menyakiti hati keturunan para pejuang," tambahnya.
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa tugu gading di Sragen memiliki makna yang dalam, meskipun mantan Bupati Agus mengusulkan agar tugu tersebut dipotong. Semoga informasi ini bermanfaat.