diswaysolo.id – Kartini lebih dari sekadar simbol emansipasi yang memperjuangkan hak-hak perempuan dan kesetaraan gender. Ia memiliki pandangan yang brilian mengenai pendidikan yang tetap relevan hingga kini. Konsepsi Pendidikan Kartini.
Pemikiran dan sikap progresif Kartini telah melampaui generasi muda di zamannya, meskipun ia menghadapi keterbatasan akses informasi dan pendidikan. Pada usia sekitar dua belas tahun, tepatnya pada tahun 1891 Kartini resmi memasuki masa pingitan.
Harapannya untuk belajar di sekolah kedokteran Belanda di Batavia atau Semarang yang dekat dengan tempat tinggalnya harus pupus,karena tuntutan orangtuanya untuk menjalani masa pingitan yang panjang.
Selama masa pingitan tersebut, Kartini tidak menyerah dan memilih untuk tidak terpuruk. sebaliknya, ia terus mengembangkan kecerdasan dan intelektualnya dengan korespondensi, membaca dan kontemplasi.
KONSEPSI PENDIDIKAN KARTINI
Dalam suratnya kepada Nyonya Abendanon, 21 Januari 1901 (Armijn Pane.2004) Kartini menyatakan bahwa tugas seorang pendidik tidak hanya sebatas mencerdaskan pikiran, tetapi juga mencakup pendidikan budi.
Ia menekankan bahwa meskipun tidak ada hokum yang mengatur, dorongan dari hati untuk mendidik budi adalah suatu keharusan. Konsepsi pendidikan yang diusung Kartini mencakup dua aspek penting: pendidikan pikiran dan pendidikan budi.
Dalam perspektif psikologi modern, pendidikan pikiran berhubungan dengan kecerdasan intelaktual, sedangkan pendidikan budi terkait dengan kecerdasan emosional dan spiritual.
Meskipun pada zamannya istilah-istilah tersebut belum dikenal, perkembangan ilmu psikologi kini memberikan pemahamanyang lebih dalam mengenai pandangan Kartini.
Seseorang yang memiliki kecerdasan intelektual tidak selalu memiliki kecerdasan emosional dan spiritual, dan sebaliknya.
Meskipun Kartini tidak menjelaskan secara rinci tentang cara mendidik budi,pandangannya tetap relevan dan memberikan wawasan berharga tentang pendidikan hingga saat ini.
Pemikiran, gagasan dan sikap Kartini dipengaruhi oleh pengetahuan yang dimilikinya, kedalaman jiwanya, serta kondisi masyarakat Jawa pada masa itu.
Ia terus mengasah kemampuannya melalui diskusi dan korespondensi dengan banyak pihak.
Di usianya yang belum genap 20 tahun, Kartini telah membaca banyak buku, surat kabar, dan majalah termasuk karya-karya seperti Max Havelaar dan Surat-surat Cinta oleh Multatuli, De Stille Kracht, Droomen van het Ghetto oleh.
Kartini juga mengikuti pengajian Kiai Sholeh Darat
Selain itu, banyak yang tidak mengetahui bahwa Kartini juga mengikuti pengajian Kiai Sholeh Darat di pendopo rumah bupati Demak Pangeran Ario Adiningrat yang juga merupakan paman Kartini.
Kiai Sholeh Darat adalah seorang ulama terkemuka pada masanya, yang menjadi guru bagi tokoh-tokoh besar seperti KH.M.Hasyim Asyari pendiri Nahdlatul Ulama, dan guru dari KH. Ahmad Dahlan pendiri Muhamadiyah.
Dipercaya bahwa Kartini berperan dalam mendorong Kiai Soleh Darat untuk menerjemahkan Al-quran yang kemudian dikenal sebagai kitab Faidhur Rahman, kitab Tasir pertama di Nusantara dalam bahasa Jawa dengan aksara Arab atau tulisan pegon (Aguk Irawan. 2016). Wallahu A’lam.
Selamat Hari Kartini 2025.