JAKARTA, diswaysolo.id – Sejumlah mantan karyawan dari sirkus Oriental Circus Indonesia (OCI) mengajukan keluhan mengenai dugaan eksploitasi dan pelanggaran hak asasi manusia kepada Kementerian Hak Asasi Manusia (HAM) di Jakarta Selatan pada Selasa, 15 April 2025. Kementerian HAM terima laporan.
Tindakan kekerasan, perbudakan, dan eksploitasi anak yang dilaporkan oleh para mantan pekerja diduga telah berlangsung sejak tahun 1970-an oleh pemilik OCI dan Taman Safari Indonesia.
Delapan perwakilan korban yang hadir, sebagian besar adalah perempuan paruh baya, menceritakan pengalaman mereka yang dipekerjakan sejak usia dini sebagai pemain sirkus di OCI.
Mereka mengungkapkan telah mengalami berbagai bentuk penyiksaan, termasuk dipukul, disetrum, dipaksa bekerja dalam keadaan sakit, terpisah dari anak-anak mereka, hingga dipaksa mengonsumsi kotoran hewan.
Kementerian HAM terima laporan mantan pegawai OCI dan Taman Safari
Wakil Menteri HAM, Mugiyanto, menyatakan bahwa ada beberapa indikasi pelanggaran hak asasi manusia berdasarkan cerita para korban.
“Terdapat perbudakan, penyiksaan, pelanggaran hak atas rasa aman, hak atas pendidikan, serta hak atas identitas.”
Ujarnya di hadapan para korban, pendamping, dan wartawan.
Ia menambahkan bahwa Kementerian HAM akan mengambil langkah-langkah untuk mencegah terulangnya kejadian serupa.
Selain itu, Mugiyanto juga menyebutkan bahwa kementeriannya akan berkoordinasi dengan kementerian dan lembaga lain untuk menindaklanjuti kasus ini.
Para korban juga telah melaporkan rangkaian peristiwa ini kepada Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) serta Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM).
“Kami akan berkoordinasi dengan rekan-rekan dari PPPA. Kami juga telah melaporkan kepada Komnas HAM, jadi kami akan bekerja sama dengan mereka,” tutup Mugiyanto.
Tantangannya Indonesia belum memiliki undang-undang mengenai hak asasi manusia saat kejadian
Mugiyanto menyatakan bahwa ada tantangan dalam menindaklanjuti kasus ini, mengingat pada saat kejadian, Indonesia belum memiliki undang-undang mengenai hak asasi manusia.
Peraturan tersebut baru kami terbitkan pada akhir tahun 1990-an, yaitu UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia. “Karena kejadian ini terjadi di masa lalu, penerapan undang-undang tersebut menjadi sulit,” ujarnya.
Namun, ia menambahkan bahwa kasus ini masih dapat kita proses melalui jalur hukum pidana berdasarkan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).
Ia mendorong para pendamping korban untuk mengambil jalur tersebut, karena hal ini bukan merupakan kewenangan Kementerian HAM.
Mugiyanto juga mengungkapkan bahwa Kementerian HAM akan memanggil pihak Taman Safari Indonesia untuk meminta penjelasan terkait hal ini.
“Kami akan segera melakukannya,” katanya. “Semoga dalam beberapa minggu ke depan, kami sudah bisa melaksanakan itu.”
Pendamping korban, Muhammad Soleh, meminta agar pemerintah membentuk tim pencari fakta lintas sektoral untuk menyelidiki kasus ini.
Ia berharap Kementerian HAM dan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) dapat terlibat. “Semua pihak harus bersatu, menurut saya, dan segera membentuk tim pencari fakta,” tuturnya
Dalam catatan yang kami susun oleh pendamping korban, menyebutkan bahwa pemilik dan/atau pengelola OCI serta Taman Safari Indonesia telah mengambil dan memisahkan sekitar 60 anak dari orang tua mereka.
Puluhan anak berusia antara 2 hingga 4 tahun tersebut menduga mengalami eksploitasi saat mereka bekerja sebagai pemain sirkus di OCI.
Hadi Manansang, Jansen Manansang, Frans Manansang, dan Tony Sumampouw – anggota keluarga pendiri Taman Safari Indonesia – menuduh terlibat dalam insiden ini. Saat kami minta konfirmasi, Tony membantah adanya eksploitasi yang terjadi.
“Apa yang Anda katakan sama sekali tidak benar,” ungkap komisaris Taman Safari Indonesia tersebut melalui pesan WhatsApp pada hari Selasa.