Candi Sukuh di Berjo Karanganyar, Reliefnya Mengandung Pesan Filosofis kehidupan

Candi Sukuh Karanganyar
Candi Sukuh di Desa Berjo, Kecamatan Ngargoyoso, Kabupaten Karanganyar

KARANGANYAR, Diswaysolo.id – Candi Sukuh yang terletak di Desa Berjo, Kecamatan Ngargoyoso, Kabupaten Karanganyar, menyimpan kisah sejarah dari akhir Kerajaan Majapahit, Candi Sukuh di Berjo, Karanganyar.

Saat memasuki area candi, suasana sakral langsung terasa. Para pengunjung diwajibkan mengenakan kain Kampuh dengan motif kotak-kotak hitam putih sebelum memasuki kawasan candi.

Candi Sukuh berdiri pada ketinggian 1.186 meter di atas permukaan laut, terletak pada lereng Gunung Lawu, Karanganyar. Pada  kawasan ini terdapat tiga gerbang atau gapura yang terhiasi dengan berbagai relief.

Baca Juga:  Istri Gus Dur, Sinta Nuriyah Sampaikan Pesan Moral di Karanganyar

Candi Sukuh di Berjo Karanganyar, Reliefnya Mengandung Pesan

Menariknya, candi ini memiliki kemiripan dengan warisan budaya Suku Maya di Meksiko serta situs-situs di Amerika Selatan. Saat memasuki halaman pertama candi, pengunjung akan melewati belasan anak tangga.

Terdapat ukiran yang saling berhadapan, menggambarkan lingga dan yoni yang dikelilingi oleh bingkai rantai. Relief tersebut melambangkan awal kehidupan manusia melalui proses reproduksi.

Gunawan, staf Balai Pelestarian Kebudayaan (BPK) Wilayah X Jateng dan DIY yang juga mengelola Candi Sukuh,
menjelaskan bahwa candi ini melambangkan perjalanan kehidupan manusia, mulai dari proses penciptaan hingga pensucian diri kepada Sang Pencipta melalui ritual ruwatan.

Pemugaran pertama Yang melakukannya adalah arkeolog Belanda

Candi Sukuh pertama kali kami temukan pada tahun 1815 oleh Johnson, yang saat itu menjabat sebagai Residen Surakarta.

Awalnya, Johnson melakukan penelitian untuk mengumpulkan informasi yang kami perlukan dalam penulisan buku “The History of Java” karya Thomas Stamford Raffles.

Setelah berakhirnya masa pemerintahan Britania Raya, penelitian pemugaran pertama kami lakukan oleh arkeolog Belanda, Van Der Vlies, yang mulainya pada tahun 1928.

Hal ini menunjukkan bahwa Candi Sukuh telah ada sejak lama dan hingga kini masih terjaga dengan baik.

Berdasarkan berbagai sumber, Candi Sukuh perkiraan  membangunya pada tahun 1359, yang berada di antara abad ke-14 dan ke-15.

Pendapat ini dasarnya ada pada relief dan ukiran huruf yang terdapat pada bagian gapura candi, yang terkenal sebagai candra sengkala, seperti yang kami ungkapkan pada Jumat, 21 Maret 2025.

Pada  gapura tersebut, terdapat tulisan dalam bahasa Jawa yang berbunyi “Gapuro Bhuto Anguntal Jalmo,” yang dalam Bahasa Indonesia berarti “Seorang Raksasa Memangsa Manusia.”

Baca Juga:  Minuman Hangat Asli Karanganyar Jawa Tengah, Apa Manfaatnya?

Candi Sukuh merupakan bagian dari kompleks candi Hindu

Tulisan ini dapat terinterpretasikan sebagai angka, yaitu  “Gapuro” mewakili angka sembilan, “buto” angka lima, “anguntal” angka tiga, dan “Jalmo” angka satu.

Kombinasi angka-angka ini  kami perkirakan menunjukkan tanggal pembangunan Candi Sukuh.

Pada Candi Sukuh juga terdapat relief lingga dan yoni yang melambangkan penyatuan antara bhana alit dan buana agung dalam mitologi Hindu, yang sering  kita sebut sebagai Purusa dan Pradana.

Candi Sukuh merupakan bagian dari kompleks candi Hindu yang terletak di Karanganyar. Hingga kini, candi ini masih sering menggunakannya untuk melaksanakan ritual ibadah bagi umat Hindu.

Bagi masyarakat setempat, mereka juga mengadakan acara adat rasulan setiap akhir bulan Suro, yang berlangsung setahun sekali.

Minuman Segar Es Dawet Cendol Ubi Ungu Khas Karanganyar

Dia menjelaskan bahwa Candi Sukuh tidak hanya berfungsi sebagai tempat ibadah, tetapi juga menarik minat wisatawan yang ingin berlibur atau mempelajari sejarah candi ini.

Candi yang terhiasi dengan berbagai relief ini menyimpan banyak nilai sejarah dan spiritual yang tinggi.

Namun, pelestarian tidak hanya perlu kami fokuskan pada bangunan candi dan reliefnya. Budaya dan makna di balik setiap ritual yang kami lakukan pada candi sebagai tempat ibadah juga harus kita jaga.

Kita tidak boleh membiarkan kemajuan zaman mengikis warisan budaya ini. Sebab, beragam kebudayaan dan ritual adat adalah salah satu kekayaan yang kita miliki oleh Indonesia.