DISWAYSOLO.ID – Ramadan pada setiap zaman, selalu penuh kenangan. Ada berbagai tradisi di nusantara yang selalu rutin turut memeriahkan Ramadan yaitu dengan memelihara tradisi Ramadan.
Dua yang paling mencolok dari banyak tradisi itu antara lain adalah tradisi ngabuburit dan tradisi patrol membangunkan sahur.
Keduanya dilakukan secara bersama dengan riang gembira.
Ngabuburit sebenarnya berasal dari bahasa Sunda. Menurut Kamus Bahasa Sunda yang diterbitkan Lembaga Bahasa dan Sastra Sunda (LBSS), istilah ‘ngabuburit’ berasal dari kalimat ‘ngalantung ngadagoan burit’ yang artinya bersantai sambil menunggu waktu sore.
Kini ternyata ‘ngabuburit’ atau mengabuburit juga sudah masuk dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI). Menurut KBBI, ngabuburit atau mengabuburit artinya menunggu azan magrib menjelang berbuka puasa pada waktu bulan Ramadan.
Fakta Menarik Mengenai Sukoharjo, Berikut Tradisi Budaya yang Ada
Memelihara Tradisi Ramadan
Zaman ke zaman ngabuburit pun menjadi tradisi masyarakat Indonesia meski dengan jenis kegiatan dan nama yang berbeda. Misalnya ada aksi ngabuburit berupa berburu takjil untuk berbuka puasa.
Aktivitasnya adalah berkeliling kota atau dari masjid ke masjid berburu takjil gratis. Biasanya para anak muda yang meakukannya.
Ada juga tradisi ‘kumbohan’, yakni tradisi unik ngabuburit dengan berburu ikan mabuk atau ikan mangut yang masyarakat lakukan berada pada bantaran Bengawan Solo melintasi Karanggeneng, Lamongan, Jawa Timur.
Kemudian ada balap perahu layar mini Ramadhan, yakni ngabuburit yang mengisinya dengan kegiatan lomba balap perahu layar mini. Ini biasa kamu lakukan oleh masyarakat untuk Pantai Kenjeran, Bulak Cumpat, Surabaya, Jawa Timur.
Ada pula pada masyarakat Betawi (Jakarta) tradisi yang bernama Bleguran. Bleguran adalah satu tradisi unik yang juga biasa melakukan saat ngabuburit.
Alat bleguran ini terbuat dengan meniru model meriam kompeni. Bleguran atau menyebutnya juga bleduran yang terbuat dari bambu petung yang tua & besar.
Mirip dengan itu ada pula tradisi lama yang juga bertahan adalah bermain Meriam Bambu Untuk mengisi waktu selama ngabuburit.
Pada masyarakat Subang, Jawa Barat, biasanya anak-anak bermain meriam bambu yang mereka sebut ‘gombongan’ sebagai aktivitas rutin setiap Ramadan.
Tradisi ini tidak hanya untuk jawa barat, masyarakat Jawa Tengah dan Jawa timur juga memilikinya dan menamakannya dengan sebutan Long Bumbung.
Tradisi Nyekar Makam sebelum Bulan Puasa Ramadan, Memiliki Sejarah yang Kaya dan Makna Mendalam
Tentang tradisi lainnya yang ada pada masyarakat
Untuk Masyarakat kita saat Ramadan adalah patrol sahur atau membangunkan sahur dengan berkeliling-keliling sembari menabuh alat. Untuk Sulawesi, tradisi beduk sahur menamakannya Dengo-dengo, sedangkan untuk Jawa Barat menyebutnya Ubrug-ubrug.
Adapun Jakarta (masyarakat Betawi) tradisi ini menyebutnya Ngarak Bedug dan untuk Kalimantan Selatan mengenal dengan nama Bagarakan Sahur. Lain lagi untuk Jawa Timur, tradisi ini menyebutnya Can Macanan, sedangkan untuk Yogyakarta & sekitarnya menyebutnya Klotekan.
Menurut Djoko Adi Prasetyo, antropolog Universitas Airlangga (UNAIR), tradisi patrol sahur menganggap sebagai sebuah kesenian musik rakyat yang bersifat ritmis dan tanpa peralatan diatonik (seperti piano, seruling, harmonika).
Dalam patrol sahur, kata Djoko, mengandung tiga nilai sosial. Yaitu, nilai interaksi sosial tanggung jawab sosial, dan solidaritas sosial.
Tiga nilai sosial ini tentu juga sama memiliki oleh tradisi ngabuburit. Dalam tradisi ngabuburit dan patrol sahur semuanya melaksanakan secara berkelompok. Maka dalamnya terdapat interaksi sosial.
Terdapat juga nilai solidaritas sebagai umat muslim untuk sama-sama bersabar menungu waktu berbuka dengan mengisi waktu berkegiatan secara kolektif.
Tradisi mengingatkan sahur
Sedangkan tradisi mengingatkan waktu sahur adalah juga sebuah bentuk tanggung jawab sosial untuk saling mengingatkan. Baik patrol sahur ataupun ngabuburit juga melakukannya secara sukarela dan bergembira sebagai bentuk solidaritas.
Inilah bentuk tradisi kegembiraan bersama dalam keimanan yang tumbuh langgeng di nusantara. Masyarakat nusantara dengan gembira melestarikan tradisi ini dalam kerangka saling menguatkan dalam ibadah dan keimanan.
Inilah tradisi yang Insya Allah, Allah Tuhan Yang Maha Esa mencintainya
Seperti tertuang dalam sebuah Hadits Nabi Muhammad SAW, “Inna ahabbal amali ilallah ba’dal faraidhi, idz khalussyururi ‘ala muslimi.
” Artinya, “Sesungguhnya amal yang Allah sukai setelah melakukan kewajiban-kewajiban pokok, adalah menggembirakan sesama muslim.”
Nilai dari tradisi ini juga bisa mencontoh untuk menghidupkan suasana keimanan pada setiap keluarga, masjid kampung, lembaga pendidikan dan semua tempat.
Yaitu tradisi yang mengandung interaksi sosial, tanggungjawab sosial dan solidaritas sosial yang melakukannya dengan penuh kegembiraan.
Semoga lestari tradisi kegembiraan dan kebersamaan dalam iman, dalam rangka mewujudkan insan yang istiqomah beridabah & Tuhan selalu mencintainya sepanjang zaman.
Oleh: Rosnendya Yudha Wiguna (Penulis merupakan pegiat pada Pusat Studi Lontar Nusantara)