diswaysolo.id – Seringkali, individu yang memiliki kekayaan melimpah lupa akan kehidupan setelah mati. Banyak dari mereka terjebak dalam gaya hidup mewah tanpa menyadari bahwa semua yang dimiliki akan dipertanggungjawabkan di hadapan Tuhan Yang Maha Esa.
Para miliarder seharusnya mengambil pelajaran dari sosok orang terkaya Makkah yang memilih untuk hidup sederhana karena takut akan dosa dan kehidupan setelahnya. Sosok tersebut adalah Khadijah binti Khuwailid.
Dalam sejarah Islam, Khadijah binti Khuwailid dikenal sebagai istri Nabi Muhammad. Namun, dari perspektif ekonomi, Khadijah adalah salah satu tokoh terkaya di Makkah dengan bisnis yang sangat besar.
Artikel ini akan membahas tentang miliarder di Makkah yang memilih untuk hidup sederhana karena khawatir akan dosa akibat memiliki kekayaan yang melimpah. Sumber dari CNBC Indonesia. Mari kita simak dan baca hingga selesai!
Khadijah tidak terpengaruh oleh stigma negatif
Kekayaan dan bisnis yang dimiliki Khadijah berasal dari warisan suaminya, Abu Halah bin Zurarah at-Tamimi dan Atiq bin Ayidh.
Keduanya meninggalkan harta dan jaringan perdagangan yang menjadi modal hidup Khadijah setelah menjadi janda.
Dalam bukunya, Resit Haylamaz menyoroti bahwa Khadijah menghadapi tantangan besar dalam menjalankan bisnisnya, terutama terkait dengan stigma negatif terhadap perempuan yang sering dianggap lemah dan diremehkan.
Meskipun demikian, Khadijah tidak terpengaruh oleh pandangan tersebut dan tetap berani mengambil langkah untuk berbisnis.
Ia sering memimpin kegiatan perdagangan dari Makkah ke Damaskus dan Yaman, baik di musim panas maupun dingin.
Meskipun tidak terlibat langsung dalam setiap transaksi, Khadijah berperan sebagai pengawas yang mengarahkan pengiriman barang dan mengatur perdagangan internasional.
Untuk urusan di lapangan, ia mempercayakan tugas kepada orang-orang yang dianggapnya dapat diandalkan.
Salah satu orang kepercayaannya adalah Muhammad bin Abi Thalib, seorang pemuda dari suku Quraisy, yang ditugaskan untuk menjual barang dagangan di kawasan Syam.
Menurut Karen Armstrong, Muhammad berhasil menjual produk Khadijah dengan baik dan memberikan keuntungan yang signifikan.
Selain itu, selama menjalankan perdagangan, pemuda dari Makkah tersebut menunjukkan sikap yang sangat mengesankan bagi Khadijah: kejujuran, kesopanan, kerendahan hati, dan amanah.
Dari situ, Khadijah mulai merasakan cinta kepada Muhammad, dan perasaan itu saling timbal balik, hingga akhirnya mereka menikah.
Setelah pernikahan, Muhammad turut membantu Khadijah dalam mengelola bisnisnya. Meskipun demikian, tidak ada informasi yang jelas mengenai posisi Muhammad dalam usaha milik istrinya tersebut.
Yang pasti, Muhammad tidak lagi bekerja di lapangan, melainkan telah beralih menjadi pengurus operasional. Selama masa pernikahan dan kenabian Muhammad, Khadijah mengalami peningkatan kekayaan yang signifikan.
Kekhawatiran akan Dosa dan Akhirat
Bagi Khadijah, memiliki banyak harta justru membuatnya merasa tertekan. Ia menyadari bahwa kekayaan tidak menjamin kedamaian batin, karena ada rasa takut akan dosa dan tanggung jawab di akhirat.
Oleh karena itu, ia berkeinginan agar semua hartanya dapat memberikan manfaat bagi orang lain, sehingga bisa menjadi cahaya dalam kehidupan di akhirat.
“Karena itulah Khadijah berharap agar kekayaannya menjadi tak terhingga, sehingga ia dapat menggunakan harta tersebut untuk mendukung Nabi Muhammad,” tulis Resit.
Sejak saat itu, Khadijah dan Muhammad secara rutin memberikan sedekah kepada orang-orang yang membutuhkan, termasuk fakir miskin dan budak.
Khadijah juga sering mengadakan acara makan malam untuk mereka yang kurang beruntung.
Selama sepuluh tahun pertama dari misi kenabian Muhammad, Khadijah, yang sebelumnya hidup dalam kemewahan, mengalami kemiskinan karena semua hartanya telah disumbangkan untuk kepentingan Allah.
Kondisi tanpa harta ini berlanjut hingga Khadijah meninggal dunia pada usia 65 tahun, atau sekitar tahun 619 Masehi.
Bahkan, menurut sumber-sumber tradisional Islam, saking tidak berdayanya, Khadijah tidak memiliki kain kafan untuk membungkus jenazahnya.
Dalam situasi tersebut, ia meminta sorban suaminya untuk digunakan sebagai kain kafan, namun hal itu tidak terwujud karena Malaikat Jibril memberinya sorban sebagai pengganti.
Inilah gambaran tentang seorang miliarder di Makkah yang memilih untuk hidup sederhana, dengan kekhawatiran akan dosa akibat memiliki kekayaan yang melimpah. Semoga bermanfaat.